Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Arus modal masuk atau inflow dalam investasi portofolio selama ini menjadi penutup besarnya defisit neraca transaksi berjalan sehingga Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) bisa mencatat surplus. Penurunan Bank Indonesia (BI) rate menjadi 7,5% tidak akan menyurut minat investor untuk masuk ke pasar Tanah Air.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Moneter BI Juda Agung mengatakan, neraca pembayaran masih bisa surplus. Kebijakan BI yang menurunkan suku bunga sudah memperhitungkan dampak terhadap inflow portofolio.
Ada dua alasan kuat BI. Pertama, likuiditas global masih besar setelah dimulainya kebijakan stimulus quantitative easing dari ECB (Bank Sentral Eropa). ECB akan membeli obligasi pemerintah Uni Eropa hingga € 50 miliar per bulan. Program pembelian ini akan dimulai Maret 2015 mendatang hingga akhir 2016.
Rencana tersebut akan mendorong arus modal portofolio asing ke negara berkembang termasuk Indonesia, meskipun menimbulkan ketidakpastian dan volatilitas di pasar keuangan global. Kedua, "Inflasi Indonesia dalam tren menurun sehingga aset Indonesia masih menarik," ujar Juda kepada KONTAN, Rabu (18/2).
BI memperkirakan inflasi pada tahun ini ada pada batas bawah 4% plus minus 1%. Deflasi 0,24% yang terjadi pada Januari 2015 menyebabkan inflasi tahunan turun ke level 6,96%. Maka dari itu, otoritas moneter ini tidak khawatir surplus NPI akan menurun.
Untuk defisit transaksi berjalan, BI memprediksi defisit akan melejit ke level 3%-3,1% dari sebelumnya 2,95% PDB. Hal ini lantaran impor belanja modal pemerintah untuk mendongkrak infrastruktur akan melejit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News