kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

BI diimbau tahan suku bunga acuan, LPEM FEB UI: Lebih baik fokus jaga rupiah


Rabu, 19 Agustus 2020 / 08:54 WIB
BI diimbau tahan suku bunga acuan, LPEM FEB UI: Lebih baik fokus jaga rupiah
ILUSTRASI. Karyawan money changer menghitung pecahan 100 dollar US di salah satu money changer di Jakarta, Rabu (22/7). Rupiah di pasar spot tampil perkasa di perdagangan hari ini. Rabu (22/7) rupiah spot berhasil ditutup ke level Rp 14.650 per dolar Amerika Serikat


Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) memandang kalau Bank Indonesia (BI) harus mempertahankan suku bunga acuan di level 4,00% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan Agustus 2020.

Ekonom makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky melihat, lebih baik bank sentral fokus kepada tanggung jawab utamanya, yaitu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).

"Ini merujuk pertimbangan bahwa adanya peningkatan risiko tekanan eksternal akhir-akhir ini akibat kekhawatiran investor terkait resesi global yang bisa mengancam stabilitas rupiah ke depannya," ujar Riefky dalam asesmen yang diterima Kontan.co.id, Selasa (18/8).

Baca Juga: Rupiah diperkirakan melemah pada Rabu (19/8), berikut sentimen pemicunya

Stabilitas nilai tukar rupiah merupakan kunci penting untuk memberikan kepastian di sektor riil. Pasalnya, stabilnya nilai tukar Garuda digunakan para pelaku usaha untuk membuat proyeksi masa depan dari input impor dan pembelian barang modal.

Bila stabilitas nilai tukar rupiah masih belum pasti, maka pelaku usaha akan sulit melakukan proyeksi. Kemungkinan besar, mereka akan menahan aktivitas produksi sehingga enggan mengajukan permintaan kredit karena keputusan terkait impor bahan baku dan barang modal belum pasti.

Keterlambatan pada aktivitas produksi yang disebabkan oleh ketidakstabilan pergerakan rupiah ini sangat merugikan bagi ekonomi karena bisa menghambat proses pemulihan ekonomi secara signifikan.

"Jadi, meskipun tren inflasi rendah dan memungkinkan BI untuk menurunkan suku bunga, kami melihat bahwa efektivitas kebijakan akan lebih efektif ketika permintaan dan daya beli masyarakat sudah mulai pulih dalam waktu dekat, sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi," tandas Riefky.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×