Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT BFI Finance Tbk (BFIN) menyanggah klaim PT Aryaputra Teguharta atas penetapan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyatakan Aryaputra kembali miliki saham di BFI.
Kuasa hukum direksi BFI Hotman Paris Hutapea dari kantor hukum Hotman Paris & Partners menyatakan penetapan PTUN Jakarta atas Aryaputra kepada Menteri Hukum dan HAM terkait objek sengketa soal anggaran dasar BFI tak mengubah struktur kepemilikan saham BFI.
"Tak ada penetapan tersebut yang menyatakan mengubah kepemilikan, atau menunda jual beli saham, penetapan PTUN tidak berakibat apapun atas saham BFI," katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (31/7).
Hotman justru mempertanyakan, mengapa PTUN Jakarta menindaklanjuti gugatan Aryaputra. Sebab menurut Hotman produk-produk Tata Usaha Negara yang jadi objek sengketa tadi telah lampau.
Padahal menurut UU 51/2009 soal Peradilan Tata Usaha Negara, objek sengketa paling lama bisa diajukan gugatan setelah 90 hari diterbitkan. "Ini ada yang dari 2001, penetapan ini juga sebenarnya kelewatan," lanjutnya.
Mengingatkan 16 Mei 2018, Aryaputra mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta. Perkara ini terdaftar dengan nomor 120/G/2018/PTUN.JKT. Dalam perkara ini, Aryaputra menggugat Menteri Hukum dan Ham lantaran menerbitkan perubahan anggaran dasar BFI pada 2001, 2007-2009, 2012-2018. Totalnya ada 12 objek sengketa yang diajukan
Seluruh produk TUN yang diterbitkan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemkumham dinilai salah lantaran didasari oleh peralihan saham-saham BFI milik Aryaputra pada 2001 yang dinilai Aryaputra ilegal.
Kemudian, pada 28 Juni, seluruh objek sengketa ini diajukan untuk dilakukan skorsing, alias penundaan. Nah, dari penetapan tersebut Aryaputra menyatakan bahwa, kondisi kepemilikan saham dari BFI kembali seperti semula ketika produk TUN tersebut belum diterbitkan. Dan oleh karenanya, Aryaputra mengklaim masih jadi pemilik 32,32% saham BFI.
"Sebagai konsekuensi yuridis lebih lanjut susunan pemegang saham dan struktur permodalan PT BFI kembali kepada keadaan semula, sebelum dilakukannya pengalihan saham milik Aryaputra di BFI," tulis kuasa hukum Aryaputra Pheo Hutabarat dari kantor hukum HHR Lawyer dalam pengumuman resmi yang ter it di Harian Kontan.co.id, Senin (30/7).
Menanggapi hal ini, Hotman bilang bahwa hal tersebut adalah klaim sepihak Aryaputra. Sebab kembali, ia menyebutkan tak ada isi dari penetapan yang menyatakan hal tersebut.
"Itu klaim sepihak saja, seperti tadi saya bilang dalam penetapan tak ada yang mengatakan adanya perubahan struktur saham Aryaputra. Meskipun akhirnya objek sengketa dibatalkan pun, PTUN tak berhak mengubah perkara perdata ini," sambung Hotman.
Mengingatkan, sengketa saham milik Aryaputra sendiri berawal ketika induk perusahaannya, PT Ongko Multicorpora mendapatkan fasilitas kredit dari BFI Finance. 111.804.732 saham Aryaputra, dan 98.388.180 saham milik Ongko jadi jaminan atas fasilitas tersebut.
Kesepakatan tersebut dilakukan pada 1 Juni 1999, dan akan berakhir pada 1 Desember 2000. Dalam salah satu klausul perjanjiannya, jika Ongko tak melunasi tagihannya, maka BFI berhak melego saham-saham tersebut.
Sayangnya hal itu benar terjadi pada 7 Desember 2000. Ketika BFI Finance terjerat proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). 210.192.912 total saham dibeli oleh Law Debenture Trust Corporation, perusahaan offshore trustee dari Inggris.
Hal tersebut yang kemudian ditolak Aryaputra, lantaran merasa pengalihan saham tersebut dilakukan tanpa persetujuan Aryaputra. Nah peralihan saham ini yang kemudian disahkan oleh Kemkumham, dan jadi objek sengketa perkara ini.
Perkara peralihan saham ini juga sebenarnya telah diputus Hinga tingkat Peninjauan Kembali (PK). Aryaputra melalui putusan 240 PK/PDT/2006 tanggal 20 Februari 2007 diputus miliki saham-saham BFI miliknya kembali.
"Putusan PK tersebut cacat hukum, karena tidak bisa dieksekusi, ada tujuh ketua Pengadilan Negeri yang menetapkan putusan tersebut non executable," lanjutnya.
Kuasa hukum Aryaputra Ramos Sidjabat dari kantor hukum HHR Lawyer membantah hal ini. Ia justru bilang bahwa penetapan PTUN tadi menguatkan putusan PK tersebut.
"Majelis Hakim sudah mempertimbangkan klaim sepihak BFI mengenai non-executable, dan jelas-jelas argumentasi BFI tersebut di atas telah ditolak karena tidak sesuai dengan hukum," katanya saat dihubungi Kontan.co.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News