Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menyebut kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi seperti solar dan Pertalite diperkirakan habis pada bulan Oktober 2022. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada keputusan untuk merespons kebijakan ke depan terkait BBM tersebut.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy mengatakan, jika pemerintah memutuskan untuk memilih opsi menaikkan harga Pertalite, diperkirakan kisaran harganya akan meningkat antara Rp 1.000 hingga Rp 3.000.
Meski begitu, Yusuf menyatakan tidak setuju dengan keputusan menaikkan harga BBM. Menurutnya, jika harga BBM dinaikkan dalam waktu dekat kurang cocok momentumnya, meskipun harga minyak global saat ini tengah melonjak dan ekspektasi harga minyak global di sepanjang ataupun disisa akhir tahun ini akan relatif lebih besar jika dibandingkan dengan ekspektasi pemerintah yang dituliskan dalam asumsi makro APBN.
Baca Juga: Hitungan ESDM, Harga Keekonomian Pertalite Sudah Mencapai Rp 17.200 per Liter
“Namun demikian di saat yang bersamaan, dengan menaikkan harga BBM Pertalite saat ini bisa mendorong angka inflasi ke level yang relatif lebih tinggi. {ada saat ini kita sendiri sudah tahu angka inflasi secara tahunan bahkan sudah melebihi angka 4% atau di luar batas atas yang disampaikan oleh pemerintah terkait target inflasi di sepanjang 2022,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Jumat (26/8).
Sehingga, dengan menaikkan harga BBM, Yusuf khawatir akan mendorong inflasi ke level lebih tinggi. Kenaikan inflasi juga bahkan bisa berdampak pada tergerusnya daya beli masyarakat dan potensi meningkatnya garis kemiskinan yang pada muaranya bisa mendorong bertambahnya atau meningkatnya tingkat kemiskinan terutama di rilis data di bulan September nanti.
Dengan proyeksi pemerintah akan menaikkan angka BBM Pertalite tersebut di kisaran Rp 1.000 hingga Rp 3.000, maka Yusuf memproyeksikan inflasi akan berada di kisaran 6% sampai dengan 8% di akhir tahun 2022.
Baca Juga: Dampak Kenaikan Harga BBM dan Suku Bunga Acuan Terhadap Investasi di Dalam Negeri
Adapun Yusuf bilang, di saat yang bersamaan ruang APBN untuk menanggung biaya subsidi dan kompensasi kenaikan harga minyak global masih relative mumpuni. Ini karena secara target defisit anggaran yang telah memasukkan proyeksi kenaikan subsidi BBM dan kompensasinya itu relatif masih berada pada kisaran target defisit anggaran di sepanjang Tahun 2022.
Atas dasar itu, Ia mengatakan, Pemerintah perlu mempertimbangkan ulang rencana untuk menaikkan harga BBM jenis Pertalite terutama di tahun ini. Selain itu, momentum untuk menunda sementara juga bisa digunakan pemerintah untuk memastikan kembali data calon penerima bantuan subsidi BBM di tahun depan agar lebih tepat sasaran.
“Sehingga ketika pemerintah mulai akan menaikkan BBM maka orang-orang yang berhak menerima subsidi itu adalah orang-orang yang memang berada pada data yang dikumpulkan oleh Pemerintah,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News