kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Berakhir Tahun Ini, Sri Mulyani Akan Evaluasi Insentif PPh Final UMKM 0,5%


Senin, 09 September 2024 / 15:35 WIB
Berakhir Tahun Ini, Sri Mulyani Akan Evaluasi Insentif PPh Final UMKM 0,5%
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati?hadiri Sidang Tahunan Parlemen di Jakarta, Jumat (16/8/2024). Sri Mulyani rencananya mengevaluasi kebijakan insentif pajak penghasilan (PPh) Final dengan tarif 0,5% bagi UMKM.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan rencananya untuk mengevaluasi kebijakan insentif pajak penghasilan (PPh) Final dengan tarif 0,5% bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Sri Mulyani menyebut, evaluasi tersebut diperlukan untuk mempertimbangkan apakah insentif pajak UMKM yang sudah dimanfaatkan sejak tahun pajak 2018 akan dilanjutkan lagi oleh pemerintah atau tidak.

"Insentif pajak ini sebenarnya tetap, cuma fasilitas menggunakan PPh Final ini kita evaluasi. Apakah masih dibutuhkan atau UMKM memang sudah semakin punya kapasitas sehingga bisa diperlakukan secara lebih adil," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Komite IV DPD, belum lama ini. 

Baca Juga: Program Makan Bergizi Gratis Tak Akan Gunakan Dana BOS hingga Gaji Guru

Menurutnya, sebenarnya skema PPh Final ini tidak sepenuhnyan adil untuk UMKM. Pasalnya, dengan skema ini maka mewajibkan wajib pajak untuk membayar pajak berdasarkan pada omzet, bukan berdasarkan pada laba bersih yang sebenarnya.

Artinya, beban pajak akibat skema PPh Final UMKM ini akan terasa berat, terutama bagi usaha yang menanggung biaya tinggi.

"Ini tidak mencerminkan 100% keadilan. Bisa saja omzetnya Rp 600 juta, di atas setengah miliar, tapi dia cost-nya gede banget sehingga sebetulnya dia beroperasi berat, atau impas, atau rugi bahkan. Itu dia tetap harus bayar pajak, kan tidak adil," katanya.

Baca Juga: Belanja Perpajakan Meningkat 11%, Insentif Industri Pengolahan Dapat Porsi Jumbo

Sebenarnya UMKM mempunyai pilihan untuk membayar pajak berdasarkan laba bersih jika UMKM memilih untuk menghitung dan membayar pajaknya sesuai dengan ketentuan umum.

Namun, wajib pajak yang mau membayar pajak  sesuai dengan ketentuan umum harus melaksanakan pembukuan.

"Kalau menggunakan norma biasa tetapi berarti harus ada pembukuan itu yang profitnya aja yang dikenakan pajak.  Norma ini lebih adil tapi butuh intervensi membutuhkan kemampuan UMKM untuk bisa membuat pembukuan yang baik," jelasnya.

Sebagai informasi, Wajib pajak (WP) orang pribadi UMKM yang sudah memanfaatkan skema pajak penghasilan (PPh) final 0,5% sejak 2018 masih tetap bisa menggunakan skema yang sama hingga tahun pajak 2024.

Baca Juga: Anggaran Subsidi dan Kompensasi Naik 21,75% menjadi Rp 525,6 Triliun

Tarif PPh final UMKM sebesar 0,5% dapat digunakan wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak.

Namun, pengenaan tarif PPh final tersebut memiliki masa berlaku. Berdasarkan Pasal 59 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022, jangka waktu pengenaan tarif PPh final 0,5% paling lama 7 tahun untuk WP orang pribadi, 4 tahun untuk WP badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang, dan 3 tahun untuk WP badan perseroan terbatas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×