CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Belanja pemerintah belum berdampak optimal pada pertumbuhan ekonomi


Senin, 12 Agustus 2019 / 15:53 WIB
Belanja pemerintah belum berdampak optimal pada pertumbuhan ekonomi
ILUSTRASI. Bambang Brodjonegoro


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Anggaran belanja negara terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun, peningkatan belanja tersebut tak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang justru melandai dan terjebak di kisaran 5% dalam lima tahun terakhir. 

Hasil kajian Kementerian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan hal tersebut. Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, belanja negara belum cukup berkualitas dan tepat sasaran sehingga belum mampu memberi stimulus maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Baca Juga: ICOR Indonesia masih tinggi, Menkeu: Kualitas pendidikan dan birokrasi jadi penyebab

“Belanja negara yang berkualitas adalah belanja yang utamanya memberikan dampak berganda (multiplier effect) pada pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi ketimpangan,” ujar Bambang dalam Seminar Nasional, Senin (12/8). 

Sebagai gambaran, Bambang menunjukkan bahwa pertumbuhan belanja pemerintah pusat melalui kementerian dan lembaga (K/L) mengalami pertumbuhan sekitar 11% pada periode 2016-2017. Menurut kajian Bappenas, setiap pertumbuhan 1% belanja K/L mestinya dapat memberi andil pada pertumbuhan ekonomi sebesar 0,06%. Lantas, pertumbuhan 11% seharusnya memberi andil terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,66%. 

Kenyataannya, pertumbuhan belanja K/L sebesar 11% hanya memberi andil terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,24%. 

“Berarti selisihnya 0,42% adalah belanja yang belum tepat sasaran, belum berdampak langsung ke pertumbuhan. Ini sayang sekali karena meningkatkan pertumbuhan ekonomi 0,42% itu tidak mudah dan mestinya bisa dicapai dengan belanja yang berkualitas,” tutur Bambang. 

Baca Juga: Upayakan transformasi manufaktur, BI lakukan relaksasi dalam sejumlah bidang



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×