Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rendahnya efisiensi dalam perekonomian Indonesia menjadi salah satu penghambat utama mencapai pertumbuhan ekonomi secara optimal. Hal tersebut ditunjukkan dengan i ncremental capital-output ratio alias ICOR Indonesia yang masih cukup tinggi dibandingkan negara-negara lain, yaitu di atas 6. Padahal, rata-rata negara Asia Tenggara memiliki ICOR di kisaran 3-4.
Menteri Keuangan Sri Mulyani berpendapat, pertumbuhan Indonesia sulit terpacu tinggi lantaran produktivitas sumber daya manusia (SDM) masih rendah. Rendahnya pendidikan dan terbatasnya kemampuan SDM membuat biaya investasi untuk mendorong pertumbuhan semakin mahal.
“Sudah hampir 10 tahun kita berkomitmen menganggarkan 20% APBN untuk pendidikan tapi hasilnya belum juga maksimal. Ini terlihat dari skor Program for International Student Assessment (PISA) yang belum setinggi negara-negara lain,” kata Sri Mulyani, Jumat (9/8).
Baca Juga: Pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan, pemerintah masih sulit turunkan ICOR
Bappenas pernah mencatat, jika Indonesia mampu meningkatkan skor PISA setara Thailand ke level 420, itu akan meningkatkan 0,6% pertumbuhan ekonomi tahunan Indonesia selama 2020-2060 dari baseline.
Sri Mulyani mengakui, optimalisasi pemanfaatan anggaran pendidikan yang sangat tinggi itu menjadi tantangan. Isu seperti desentralisasi atau delegasi kewenangan di daerah, misalnya, menjadi salah satu yang peling krusial lantaran pemerintah perlu bersinergi dan saling sinkron dalam mencapai kualitas pendidikan yang seragam di seluruh Indonesia.
“Belum lagi sepertiga pendidikan kita ada di bawah Kementerian Agama, dalam bentuk Madrasah dan sebagainya,” kata Menkeu.
Baca Juga: Simak 5 kebijakan yang menjadi pilar utama dalam transformasi ekonomi
Selain kualitas SDM, menurut Sri Mulyani, tingginya biaya investasi juga disebabkan rumitnya birokrasi di Indonesia. Meski kebijakan reformasi birokrasi telah dijalankan, desain sistem yang efisien belum juga terwujud sepenuhnya sehingga justru menjadi beban ekonomi yang tinggi.
“Di republik ini, terrlalu banyak pembahasan daripada yang dikerjakan. Hal-hal yang sifatnya hanya penunjang justru mendapat porsi besar, sementara substansinya tidak,” pungkasnya.
Bappenas sebelumnya mengutip laporan World Economic Forum Executive Opinion Survey 2017, menunjukkan, korupsi dan birokrasi yang tidak efisien dianggap sebagai faktor paling bermasalah dalam berbisnis di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News