kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Beban restrukturisasi korporasi padat karya dialihkan ke PT Perusahaan Pengelola Aset


Kamis, 18 Juni 2020 / 00:59 WIB
Beban restrukturisasi korporasi padat karya dialihkan ke PT Perusahaan Pengelola Aset
ILUSTRASI. Pengalihan restrukturisasi korporasi padat karya kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA) di saat krisis ekonomi akibat virus corona.


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan mengalihkan beban restrukturisasi perusahaan padat karya yang terdampak krisis virus corona Covid-19 kepada PT Perusahaan Pengelola Aset atau PT PPA.

Agar bisa menjalankan fungsi ini, PT PPA akan mendapatkan tambahan suntikan modal dari pemerintah sebesar Rp 5 triliun dan dana talangan sekitar Rp 10 triliun untuk membantu korporasi bermasalah tersebut.

Karena itu menambah anggaran pembiayaan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta di Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan bahwa pemerintah menambah anggaran penanganan Covid-19 menjadi Rp 695,20 triliun atau naik Rp 18 triliun dari alokasi awal Rp 677,2 triliun. 

Tambahan anggaran untuk pembiayaan korporasi baik BUMN dan swasta ini digunakan untuk dua hal. Yakni,  untuk anggaran penempatan dana  dan untuk restrukturisasi perusahaan padat karya.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, anggaran ini akan digunakan untuk program kredit modal kerja bagi korporasi di sektor padat karya. 

Nantinya skemanya mirip dengan penjaminan kredit modal kerja bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dibayarkan pemerintah melalui imbal jasa penjaminan (IJP) atau asuransinya.

Jadi dalam memberikan bantuan kepada korporasi padat karya ini pemerintah tidak menyalurkan pinjaman  secara langsung. "Tapi mirip penjaminan kredit modal kerja UMKM melalui pembayaran IJP atau asuransinya," kata Febrio dalam konferensi pers daring, Selasa (16/6). 

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyebut bahwa skema dan perincian alokasi dana PEN untuk perusahaan padat karya lewat PT PPA belum final dan masih dalam pembahasan.

SELANJUTNYA>>>

Hanya saja, secara umum ia menjelaskan, perusahaan padat karya yang bisa menerima fasilitas ini  harus memenuhi syarat.

Pertama statusnya sebagai perusahaan sehat sebelum terjadinya krisis korona. Tapi cash flow mereka dalam jangka pendek terkena dampak kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Kedua, debitur telah meminta relaksasi tahap I kepada bank pelaksana baik restrukturisasi pembayaran pokok utang maupun bunga kredit.

Jika relaksasi itu tidak cukup membantu, mereka bisa meminta restrukturisasi tahap II ke perbankan pelaksana. Tahapan ini debitur minta dana segar dari bank untuk menjalankan operasional.

Nah jika restrukturisasi tahap II ini tetap gagal, tapi perusahaan ini tergolong sehat sebelum krisis, maka baru masuk skema PEN lewat PT PPA tersebut. Tapi jika perusahaan sudah sakit sejak sebelum krisis maka perlu solusi lain seperti PHK, divestasi aset dan lain-lain.

"Funding diberikan untuk modal kerja atau untuk pembiayaan operasional," kata Prastowo. Penggunaan dana operasional itu termasuk untuk bayar gaji, listrik sewa dan biaya operasional lainnya.

Rencananya pelaksana program ini adalah PT PPA Walhasil pemerintah menambah anggaran PMN sebesar Rp 5 triliun kepada PT PPA. 

Untuk operasional dana  talangan atau modal kerja bagi korporasi ini pemerintah mengalokasikan dana Rp 29,65 triliun, naik Rp 10 triliun. Sebagian dana itu nantinya juga dipergunakan PT PPA.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet belum melihat esensi pemberian dana baik lewat PMN untuk PPA sebesar Rp 5 triliun maupun dana talangan Rp 10 triliun.

Ia menduga, dana talangan itu bakal digunakan untuk restrukturisasi dan revitalisasi BUMN sejalan dengan program yang diajukan oleh Menteri BUMN.

Namun, "Jika melihat kondisi sekarang seharusnya kebijakan itu bisa di carryover di tahun depan, ketika kondisi ekonomi sudah relatif jauh lebih stabil dibandingkan tahun ini," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×