Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Koordinasi dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) juga dilakukan untuk membahas mengenai aturan pencatatan keuangan yang asimetris. Untuk aspek tata memperkuat tata kelola dan regulasi, beberapa hal yang dilakukan seperti mengembangkan rencana strategis dan pedoman tata kelola yang baik untuk PINA serta melakukan riset dan studi mengenai hal-hal yang berkaitan untuk memperkuat fungsi dan peran PINA dalam skema pembiayaan investasi.
“Kita juga terus melakukan forum sosialisasi PINA dengan berbagai pemangku kepentingan dan berkoordinasi dengan berbagai asosiasi untuk menggalang potensial investee dan investor,” ujar Bambang.
Bambang menjelaskan skema pembiayaan PINA didesain untuk mengisi kekurangan pendanaan proyek-proyek infrastruktur prioritas yang membutuhkan modal besar, namun tetap dinilai baik secara komersial.
Untuk dapat menjalankan proyek-proyek ini, BUMN dan swasta pengembang infrastruktur harus memiliki kecukupan modal minimum.
Selama ini permodalan BUMN ditopang dan sangat tergantung kepada anggaran pemerintah melalui Penanaman Modal Negara (PMN).
Saat ini, kata Bambang, ruang fiskal APBN semakin terbatas sehingga dibutuhkan sumber-sumber non-anggaran pemerintah dengan memanfaatkan dana kelolaan jangka panjang yang setengah menganggur seperti pada dana-dana pensiun dan asuransi baik dari dalam maupun luar negeri.
“Bambang menjelaskan pembiayaan infrastruktur dengan skema PINA sangat urgent dalam rangka mengoptimalkan peran BUMN dan swasta dalam pembiayaan pembangunan.
Menurut Bambang BUMN dan swasta dapat berperan dalam pemenuhan 58,7 % atau sebesar Rp 2.817 triliun pada RPJMN 2015-2019,” tutur Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News