kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.839   -99,00   -0,63%
  • IDX 7.456   -36,12   -0,48%
  • KOMPAS100 1.155   -4,46   -0,38%
  • LQ45 915   -5,13   -0,56%
  • ISSI 226   -0,31   -0,14%
  • IDX30 472   -2,63   -0,55%
  • IDXHIDIV20 569   -3,89   -0,68%
  • IDX80 132   -0,47   -0,35%
  • IDXV30 140   -0,44   -0,31%
  • IDXQ30 157   -0,93   -0,59%

Bappenas: Per Desember 2017, pipeline PINA mencapai 34 proyek infrastruktur


Rabu, 24 Januari 2018 / 22:21 WIB
Bappenas: Per Desember 2017, pipeline PINA mencapai 34 proyek infrastruktur
ILUSTRASI. Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian PPN/Bappenas mengaku skema pembiayaan investasi non anggaran pemerintah (PINA) sebagai alternatif pembiayaan proyek infrastruktur yang dimulai sejak tahun lalu terus bergerak positif.

Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro per Desember 2017 jumlah proyek dalam pipeline PINA mencapai 34 proyek infrastruktur yang terdiversifikasi dalam empat sektor (jalan tol, penerbangan; pembangkit dan transmisi listrik; dan pariwisata) dengan total nilai proyek sebesar Rp 348,2 triliun atau US$ 25, 79 miliar. 

“Pencapaian skema pembiayaan PINA dalam pipeline proyek infrastruktur tersebar di seluruh Indonesia,” ujarnya melalui keterangan, Rabu (24/1).

Adapun proyek-proyek tersebut meliputi:

1)            Waskita Toll Road-Jalan tol Trans Jawa dan Non-Trans Jawa (18 proyek dengan total nilai proyek Rp 135 triliun/US$ 10.000 juta).

2)            PT PJB-Pembangkit Listrik (2 proyek dengan total nilai proyek Rp 14,5 triliun/US$ 1.071 juta).

3)            PT Indonesia Power-Pembangkit Listrik (6 proyek dengan total nilai proyek  Rp 78,3 triliun/US$ 5.PT798 juta).  

4)            PT PLN-Transmisi Listrik (Total nilai proyek Rp 27,5 trilun/US$ 2.040 juta).

5)            BIJB (Pengembangan Fase 2 dan Aerocity (2 proyek dengan total nilai proyek Rp 30 triliun/US$ 2.237 juta).

6)            Bandara Kulon Progo DIY-PT Angkasa Pura 1 dan PT PP (Rp 6,7 triliun/US$ 495 juta).

7)            Pesawat R-80-PT RAI (Rp 21,6 triliun/US$ 1.600 juta).

8)            Pengembangan Area Terintegrasi Pulau Flores-Flores Prosperindo, Ltd. (Rp 13,5 triliun/US$ 1.000).  

Bambang menambahkan, Bappenas  juga telah melakukan beberapa hal strategis untuk mendorong iklim investasi melalui skema PINA menjadi lebih baik. Untuk aspek regulasi misalnya, Bappenas terus berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan relaksasi dan harmonisasi regulasi mengenai isu-isu terhadap instrument investasi baru.

Koordinasi dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) juga dilakukan untuk membahas mengenai aturan pencatatan keuangan yang asimetris. Untuk aspek tata memperkuat tata kelola dan regulasi, beberapa hal yang dilakukan seperti mengembangkan rencana strategis dan pedoman tata kelola yang baik untuk PINA serta melakukan riset dan studi mengenai hal-hal yang berkaitan untuk memperkuat fungsi dan peran PINA dalam skema pembiayaan investasi. 

“Kita juga terus melakukan forum sosialisasi PINA dengan berbagai pemangku kepentingan dan berkoordinasi dengan berbagai asosiasi untuk menggalang potensial investee dan investor,” ujar Bambang.      

Bambang menjelaskan skema pembiayaan PINA didesain untuk mengisi kekurangan pendanaan proyek-proyek infrastruktur prioritas yang membutuhkan modal besar, namun tetap dinilai baik secara komersial.

Untuk dapat menjalankan proyek-proyek ini, BUMN dan swasta pengembang infrastruktur harus memiliki kecukupan modal minimum.

Selama ini permodalan BUMN ditopang dan sangat tergantung kepada anggaran pemerintah melalui Penanaman Modal Negara (PMN).

Saat ini, kata Bambang, ruang fiskal APBN semakin terbatas sehingga dibutuhkan sumber-sumber non-anggaran pemerintah dengan memanfaatkan dana kelolaan jangka panjang yang setengah menganggur seperti pada dana-dana pensiun dan asuransi baik dari dalam maupun luar negeri.

“Bambang menjelaskan pembiayaan infrastruktur dengan skema PINA sangat urgent dalam rangka  mengoptimalkan peran BUMN dan swasta dalam pembiayaan pembangunan.

Menurut Bambang BUMN dan swasta dapat berperan dalam pemenuhan 58,7 % atau sebesar Rp 2.817 triliun pada RPJMN 2015-2019,” tutur Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×