Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Dunia (World Bank) berdasarkan hasil kajian bertajuk 'Public Expenditure Review: Spending for Better Results' menyatakan, pemerintah Indonesia perlu menambah alokasi belanja negara sebesar 4,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun.
Jumlah tersebut adalah perkiraan indikatif tingkat belanja yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat layanan minimum di dalam bidang kesehatan, bantuan sosial (bansos), dan infrastruktur. Besaran tingkat belanja ini, juga telah disesuaikan untuk negara-negara berpenghasilan menengah.
Baca Juga: IMF ramalkan ekonomi Indonesia tumbuh minus 0,3% di tahun 2020
Tambahan rasio belanja ini, dibutuhkan karena Bank Dunia melihat tingkat belanja publik Indonesia secara keseluruhan masih relatif rendah. Khususnya, apabila dibandingkan dengan negara-negara pasar berkembang dan negara-negara berkembang lainnya (Emerging and Developing Market Economies/EMDEs).
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan, pembanding yang dibuat oleh Bank Dunia adalah komparasi antarnegara.
Baca Juga: Penempatan dana Rp 30 triliun, Hipmi: Angin setengah segar dari pemerintah
"Paling tidak untuk melihat posisi kita dibandingkan dengan negara lain. Namun kemudian tidak bisa disimpulkan semakin tinggi anggarannya di suatu negara, maka semakin baik," ujar Askolani kepada Kontan.co.id, Kamis (25/6).
Menurut Askolani, ini dikarenakan rasio belanja negara sangat tergantung kepada kondisi ekonomi dan sosial, prioritas pembangunan, kapasitas fiskal, serta faktor lainnya di masing-masing negara.
Ia menjelaskan, fokus dari Kemenkeu sekarang adalah memprioritaskan pembangunan nasional. Tentunya, fokus ini dibarengi dengan melihat kondisi sosial ekonomi dari masyarakat dan juga negara.
Baca Juga: Laba bersih Buana Lintas Lautan (BULL) melonjak 380% di kuartal pertam 2020
Untuk rasio besaran belanja, Askolani bilang yang terpenting adalah bagaimana mengarahkan belanja tersebut agar efisien dan efektif untuk membantu masyarakat. "Jadi kita bicarakan mengenai kualitas belanja, bukan mengutamakan kuantitas," kata Askolani.
Meski demikian, hasil kajian dari Bank Dunia ini tentunya akan dijadikan masukan oleh Kemenkeu dalam menentukan kebijakan di masa yang akan datang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News