kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bank Dunia melihat tingkat belanja publik Indonesia masih rendah


Kamis, 25 Juni 2020 / 10:43 WIB
Bank Dunia melihat tingkat belanja publik Indonesia masih rendah
ILUSTRASI. Kantor Wordlbank Washington DC


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Dunia (World Bank) berdasarkan hasil kajian bertajuk 'Public Expenditure Review: Spending for Better Results' menyatakan, untuk dapat merealisasikan target pembangunan Indonesia, maka pemerintah diperkirakan perlu menambah alokasi belanja negara sebesar 4,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun.

Jumlah ini adalah perkiraan indikatif tingkat belanja yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat layanan minimum di dalam bidang kesehatan, bantuan sosial (bansos), dan infrastruktur.

Tambahan rasio belanja ini, dibutuhkan karena Bank Dunia melihat tingkat belanja publik Indonesia secara keseluruhan masih relatif rendah. Khususnya, apabila dibandingkan dengan negara-negara pasar berkembang dan negara-negara berkembang lainnya (Emerging and Developing Market Economies/EMDEs).

Baca Juga: Bank Dunia: Indonesia perlu menambah rasio belanja sebesar 4,6% dari PDB

"Pada tahun 2018, rasio belanja Indonesia adalah sebesar 16,6% dari PDB. Belanja pemerintah secara umum adalah sekitar setengah dari EMDEs lainnya, yang membelanjakan rata-rata sebesar 32% dari PDB," sebagaimana dikutip dalam kajian, Kamis (25/6).

Sedikit melakukan kilas balik, tingkat belanja negara pada umumnya naik selama periode ledakan harga komoditas yang terjadi di tahun 2003 sampai 2008 dan tahun 2010 sampai 2013.

Namun, bahkan pada saat itu rasio belanja hanya mencapai 20% dari PDB. Sementara itu, ada perdebatan panjang tentang ukuran belanja pemerintah dan pertumbuhan ekonomi, terutama jika hal tersebut dibiayai dari utang.

Menurut Bank Dunia, alasan utama rendahnya tingkat belanja negara adalah karena tingkat penerimaan yang rendah secara struktural.

"Rasio penerimaan terhadap PDB Indonesia masih rendah. Misalnya pada tahun 2018 yang hanya sebesar 14,6% dan dibandingkan dengan rata-rata penerimaan dari negara pasar berkembang lainnya yang sebesar 27,8%," tulis Bank Dunia.

Adapun rasio pajak sebesar 10,2% dari PDB pada tahun 2018 silam, masih merupakan salah satu yang terendah di antara EMDEs lainnya.

Baca Juga: Moody's prediksi ekonomi Indonesia tumbuh minus 0,8%, ini kata ekonom

Tingkat penerimaan yang kurang apabila dibandingkan dengan potensinya, merupakan sebuah kesempatan yang seharusnya dapat digunakan pemerintah untuk memberi dampak pada hasil fiskal dan pembangunan yang lebih baik.

"Selain itu, Indonesia memiliki salah satu kesenjangan terbesar antara penerimaan aktual dan potensial, dengan tingkat pengumpulan pajak diperkirakan kurang dari 50% dari potensi penerimaan pajak," sambung Bank Dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×