Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pemerintah akan menaikkan batas tarif bea keluar ekspor mineral. Dalam revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 153/PMK.011/2014, pemerintah akan memberikan tarif maksimal 10% bagi perusahaan yang belum merealisasikan rencana pembangunan pabrik pemurnian atau smelter.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pembahasan tarif bea keluar tambang antara Kementerian Keuangan (Kemkeu) dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah hampir final. Pembahasan sudah dilakukan di level teknis sesuai dengan surat Menteri ESDM. Semoga bisa (pekan ini) selesai, katanya di Gedung Kementerian Keuangan, Senin (23/1).
Menurut Sri, pembahasan terutama dari sisi menentukan tarif bea keluar dan hubungannya dengan kemajuan industri hilir, termasuk indikator-indikatornya. Dia bilang, akan ada perubahan pembagian layer atau tingkatan.
Pembagian tingkatan akan didasarkan kemajuan atau progres pembangunan smelter. Mungkin ada perubahan, nanti kalau sudah jadi baru bisa kami jelaskan, katanya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Suahasil Nazara juga bilang bahwa PMK soal bea keluar mineral akan rampung pekan ini. Menurutnya, tarif maksimal yang sudah dibahas dengan Kementerian ESDM adalah 10% untuk yang sama sekali belum membangun smelter.
"Bea 10% untuk yang benar-benar raw. Yang belum sama sekali membangun smelter kena bea keluar paling tinggi. Ada pembangunan smelter, makin maju progresnya, makin rendah," ujarnya.
Ada beberapa opsi
Suahasil mengaku masih mendiskusikan tingkatan progres smelter untuk dijadikan acuan tarif. Sebab bisa jadi, layer berubah untuk memastikan perusahaan memiliki insentif untuk mengejar progres smelter.
Sebelumnya, tarif bea keluar ekspor mineral diatur dalam PMK Nomor 153/PMK.011/ 2014. Perusahaan yang berada pada tahap I pembangunan smelter dikenakan tarif bea ekspor paling tinggi 7,5%. Sedangkan untuk tahap II dikenakan tarif 5% dan tahap III sebesar 0%. "Ada beberapa opsi yang dipertimbangkan. Nanti kita umumkan jadinya seperti apa," kata Suahasil.
Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Jonathan Handojo mengatakan bahwa tarif maksimal 10% masih wajar. Kalau konsentrat masih wajar karena nilainya tinggi. Tapi mineral mentah, tak mungkin terjangkau, ujarnya saat dihubungi KONTAN, Senin (23/1).
Untuk itu, Jonathan meminta tarif bea ekspor mineral mentah tetap seperti sebelumnya. Saya harap masih tetap 5%, katanya. Dia menambahkan, soal pembagian layer, yang dilakukan oleh pemerintah pada saat ini sudah cukup baik. Oleh karena itu, dirinya mengaku akan mengikuti keputusan yang diambil pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News