Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah berencana menekan skema tarif progresif untuk pembayaran bea keluar ekspor konsentrat mineral tambang pada pekan ini. Bea keluar yang akan dikenakan pada perusahaan maksimal 10%.
"Yang 10% itu benar-benar untuk raw (mentah). Belum sama sekali (bangun smelter). Kena bea keluar paling tinggi. Jika ada pembangunan smelter, makin maju progresnya, makin rendah," ucap Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara saat ditemui di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin (23/1).
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) megusulkan, tarif bea keluar maksimum adalah 10%.
Suahasil mengatakan bahwa penetapan tarif bea keluar ini akan segera ditekan dalam bentuk PMK dalam jangka waktu dekat.
"Akan ditetapkan segera dalam jangka waktu dekat. Beberapa hari ini bisa," ujarnya.
Adapun Suahasil mengatakan bahwa pihaknya masih mendiskusikan soal lapisan tarif (layer) guna membagi progres smelter yang akan dijadikan acuan menetapkan tarif bea keluar.
"Layer bisa jadi berubah, sedang didiskusikan apakah sama atau ada alternatif yang lain. Pokoknya ini guna memastikan perusahaan memiliki insentif mengejar progres smelter," jelasnya.
Sebelumnya, pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 153/PMK.011/2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, disebutkan bahwa jika pembangunan smelter masih 0%, maka tarif bea keluar sebesar 7,5%.
Jika kemajuan pembangunan smelter kurang dari 30%, maka tarif bea keluar 5%, dan jika kemajuan pembangunan smelter di atas 30%, maka tarif bea keluarnya 0%.
"Ada beberaa opsi yang sedang dipertimbangkan. Nanti kita umumkan yang jadinya seperti apa," katanya.
Minggu Ini, Kemenkeu Patok Tarif Bea Keluar Mineral 10%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News