kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Apakah PPKM bakal diperpanjang lagi hari ini? Simak evaluasi epidemiolog


Senin, 23 Agustus 2021 / 07:52 WIB
Apakah PPKM bakal diperpanjang lagi hari ini? Simak evaluasi epidemiolog
ILUSTRASI. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali akan berakhir pada hari Senin, 23 Agustus 2021. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/hp.


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali akan berakhir pada hari Senin, 23 Agustus 2021. Apakah akan kembali diperpanjang?

Keputusan untuk memperpanjang PPKM level 2-4 kali ini belum diputuskan. Tren kasus harian Covid-19 di Indonesia berdasarkan data nasional terlihat menurun. Meski begitu, masih banyak indikator yang perlu diperhatikan. 

Lantas, bagaimana evaluasi epidemiolog terkait pelaksanaan PPKM Jawa-Bali? Perlukah diperpanjang? 

Evaluasi epidemiolog   

Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo menjelaskan, terkait level daerah ada kabar baik, menurutnya beberapa daerah sudah turun levelnya. 

"Dari asesmen situasi memang untuk Jawa-Bali dari 7 provinsi, provinsi Jatim, Jawa Barat, DKI levelnya turun dari 4 ke 3. Tetapi kalau kita lihat dari mobilitasnya harus hati-hati, karena mobilitas Jawa-Bali sekarang naik," ungkap Windhu, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (22/8/2021). 

Baca Juga: PPKM level 4, 3, 2 akan berakhir hari ini, apakah akan diperpanjang?

Lanjut dia, mobilitas Jawa dan Bali berdasarkan data Google Mobility, naik. Sementara itu, di luar Jawa dan Bali turun. Hal itu menurutnya karena di Jawa dan Bali ada pelonggaran. 

"Virus itu ikut inangnya (orang), kalau inangnya melakukan mobilitas risiko penularan akan naik, ini yang harus diwaspadai," imbuh Windhu. 

Sorotan lainnya, masih dari data Google Mobility, terdapat pergerakan dari luar Jawa-Bali ke Jawa-Bali. 

"Kalau kita tidak waspada yang terjadi pingpong aja. Bisa jadi (kasus) Jawa Bali naik lagi. Bahwa ada mobilitas meningkat dan itu dampak dari pelonggaran," ujar Windhu. 

Baca Juga: Kelanjutan PPKM Jawa-Bali akan ditentukan hari ini (23/8), ekonom: Harus hati-hati

Terkait tren kasus yang turun, menurut dia, masyarakat harus berhati-hati dalam membaca data. Dia menjelaskan, kasus yang turun selain karena keadaan yang membaik, juga disumbang dari penurunan testing. 

Menurut Windhu, testing Indonesia sempat bagus pada bulan Juli, bisa mencapai 3,5 kali lipat dari target WHO. Akan tetapi, sekarang PCR tidak memenuhi batas minimal WHO. Justru yang menjadi sorotan menurut Windhu adalah kasus kematian yang tinggi. Dia mencontohkan seperti di Jawa Timur. 

"Seperti di Jawa Timur masih tinggi. Jangan-jangan seperti api dalam sekam. Banyak orang yang tidak dites, jadi terlambat, mengalami pemberatan, lalu meninggal," ungkap Windhu. 

Dia menambahkan, saat ini banyak kematian di luar rumah sakit. Windhu menuturkan meskipun kasus di daerah mulai rendah, tapi kalau kematiannya rendah berarti ada sesuatu. Terkait perpanjangan PPKM, menurut Windhu tidak penting apapun namanya, tapi yang harus diperhatikan adalah indikatornya. PPKM yang telah berjalan beberapa waktu terakhir mengalami perbedaan dari PPKM awal. 

"Ndak penting nama itu perpanjangan atau apa wong nyatanya perpanjangan-perpanjangan tapi yang terjadi pelonggaran-pelonggaran," kata Windhu. 

Baca Juga: PPKM Level 2-4 berakhir hari ini, apakah diperpanjang lagi? Ini arahan Presiden

Selain itu Windhu menyoroti pentingnya melakukan testing dan tracing yang lebih kuat. Dia menyebut ada beberapa daerah yang sudah bagus tracingnya sudah melewati batas minimal Kemenkes. 

"Tapi celakanya kontak erat yang ditemukan tidak dilanjutkan dengan testing. Yang dilanjutkan tidak sampai 50%. Bayangkan untuk apa melakukan tracing. Bahkan ada daerah yang hanya 7%," imbuh Windhu. 

Menurut Windhu juga, banyak daerah yang tidak mengerti tujuan tracing. Seakan-akan tracing hanya untuk laporan saja. Padahal, kata dia, tujuan tracing adalah untuk memutuskan rantai penularan. 

Kegiatan tracing harus dilanjutkan dengan testing untuk menemukan kasus positif untuk kemudian diisolasi. 

"Kontak erat yang ditemukan oleh para tracer sebaiknya dipersuasi untuk melakukan testing atau nakes di puskesmas jemput bola. Yang harus mendorong itu harus dari pemerintah pusat," pungkas Windhu. 

Indikator PPKM jangan diubah-ubah 

Senada dengan Windhu, Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman menyoroti indikator PPKM yang diubah-ubah. Dari beberapa PPKM sebelumnya meskipun levelnya sama, tapi ketentuannya berbeda. 

"PR kita selama ini juga adalah konsistensi terhadap indikator itu, jangan diubah-ubah, jangan dilonggar-longgarkan. Levelnya masih sama level 4 tapi pelonggarannya berbeda, nggak boleh seperti itu. Nanti nggak ada patokan yang jelas dan itu berbahaya," tegas Dicky pada Kompas.com, Minggu (22/8/2021). 

Selain itu dia juga menyoroti terkait kasus Covid-19 yang tidak terdeteksi. Menurutnya saat ini masih ada sekitar 100.000-an kasus per harinya. 

"Sayangnya kita masih di 100.000-an kasus infeksi kita ini, artinya masih terlalu banyak yang belum terdeteksi," jelasnya. 

Lalu kasus kematian akibat Covid-19 juga masih tinggi. Meskipun menurutnya angka yang ada sudah turun, tapi turunnya tidak banyak. 

"Kematian saat ini masih tinggi. Ini artinya kita harus perbaiki respon kita. Kita harus temukan kasus-kasus infeksi ini," tutur Dicky. 

Baca Juga: Ekonom Indef ingatkan pelonggaran PPKM harus dilakukan dengan kehati-hatian

Dia memberi saran terkait penanganan Covid-19 kepada pemerintah, berikut ini poin-poinnya: 

  • Strategi berbasis sains dan pengalaman empiris
  • Respon awal cepat, tepat dan kuat
  • Tidak menunggu.
  • Lebih baik 'overreact’ daripada menunggu dan mengamati
  • Covid adalah penyakit baru dengan segala ketidakpastiannya
  • Komitmen dan konsistensi sangat penting. 

Baca Juga: Mal masih sepi, dampak pelonggaran restoran masih belum signifikan

Selain itu Dicky menyebutkan beberapa faktor yang dapat menghambat keberhasilan penanganan Covid-19: 

  1. Lemahnya system surveillance termasuk dukungan laboratorium untuk deteksi kasus
  2. Illiteracy keterbatasan pengetahuan dan implementasi strategi pencegahan
  3. Kurangnya dukungan politik, adanya prioritas lain
  4. Infodemic. Adanya informasi yang mereduksi upaya
  5. Lemahnya transparansi dan komunikasi risiko
  6. Intervensi kebijakan masih dominan tidak berbasis riset dan data.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apakah Besok PPKM Diperpanjang Lagi? Ini Evaluasi Epidemiolog"
Penulis : Nur Fitriatus Shalihah
Editor : Rendika Ferri Kurniawan

Selanjutnya: APPBI sebut tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan mulai naik pasca pelonggaran PPKM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×