Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) mendorong pemerintah Indonesia untuk segera menetapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada barang mewah seperti yang saat ini diberlakukan.
Menurut AMRO, kebijakan parsial ini berisiko menghambat efektivitas reformasi perpajakan dan menurunkan potensi penerimaan negara.
Dalam laporan terbarunya, AMRO menyoroti bahwa penerapan tarif PPN 12% secara terbatas diperkirakan akan menyebabkan hilangnya potensi pendapatan negara sebesar Rp 70 triliun, atau setara dengan 0,3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2025.
Baca Juga: Efisiensi Pungutan PPN Indonesia Kalah dari Negara Tetangga, Ini Penyebabnya
Padahal, kondisi makroekonomi saat ini, dengan inflasi yang relatif rendah dan harga komoditas yang melemah, dinilai mendukung penerapan kenaikan tarif PPN yang lebih luas.
"Penting bagi pemerintah untuk pada akhirnya menerapkan tarif PPN 12% untuk seluruh barang dan jasa," tulis AMRO dalam laporannya, dikutip Minggu (22/6).
AMRO menilai, enerapan PPN terbatas memang bertujuan mengurangi dampak pada konsumsi rumah tangga, namun kebijakan ini justru menciptakan kompleksitas yang bisa meningkatkan biaya kepatuhan bagi pelaku usaha dan membuka celah penghindaran pajak.
AMRO merekomendasikan agar pemerintah segera mengkomunikasikan kerangka waktu yang jelas untuk perluasan cakupan tarif PPN 12% ke seluruh barang dan jasa.
Kepastian ini dinilai penting untuk mendukung perencanaan bisnis dan mengurangi ketidakpastian regulasi.
Baca Juga: Penerimaan PPN dan PPnBM Anjlok 19,6% Hingga April 2025. Efek Pelemahan Daya Beli?
"Pemerintah perlu mengkomunikasikan kerangka waktu implementasi yang jelas guna memberikan kepastian bagi dunia usaha," katanya.
Selain itu, laporan tersebut juga menyarankan agar pemerintah menurunkan ambang batas registrasi PPN dan meninjau ulang daftar barang serta jasa yang dikecualikan dari PPN.
Saat ini, daftar tersebut dinilai terlalu longgar jika dibandingkan dengan standar negara-negara ASEAN lainnya.
Selanjutnya: Harga Komoditas Masih Tinggi, Prospek Emiten CPO Masih Belum Loyo
Menarik Dibaca: DLH DKI Jakarta Ukur Emisi Cerobong, Upaya Tingkatkan Pengawasan Industri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News