Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
Dody menilai jika resesi terjadi di AS tentunya akan berdampak secara global termasuk Indonesia. Karenanya AS merupakan mesin utama ekonomi dunia selain China.
“Dalam kondisi demikian, negara-negara akan mengandalkan sumber dari domestik untuk menopang pertumbuhan,” kata Doddy kepada Kontan.co.id, Kamis (15/8).
Baca Juga: Sinyal resesi Amerika Serikat makin menguat
Ancaman resesi AS pun tentunya berdampak terhadap stabilitas makro dalam negeri. Misalnya, pergerakan rupiah yang secara umum dipengaruhi dua faktor yaitu faktor fundamental dan faktor sentimen.
Belakangan ini faktor sentimen lebih dominan yaitu dinamika perang dagang AS-China, dinamika geopolitik seperti di Argentina, serta perkembangan ekonomi AS.
Dody menilai ancaman resesi AS akan berdampak terhadap penurunan harga minyak, dalam kerangka yang lebih fundamental dapat berdampak positif bagi current account deficit (CAD).
Mengutip Bloomberg pukul 18.26 WIB, minyak Brent untuk pengiriman Oktober 2019 turun 2,49% menjadi US$ 58,00 per barel. Setali tiga uang tren penurunan harga minyak membantu mengurangi tekanan pada rupiah meskipun tentunya terdapat faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi.
Baca Juga: Neraca dagang Juli di luar ekspektasi, begini respons ekonom
Mengutip Bloomberg di pasar spot, rupiah tercatat melemah 0,20% ke Rp 14.274 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis (15/8). Sementara, pada kurs tengah BI, mata uang Garuda tercatat melemah 0,44% ke Rp 14.296 per dollar AS.
Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri mengamati penutupan rupiah hari ini membaik jika dibandingkan pada pergerakan rupiah yang sempat menyentuh Rp 14.300 per dolar AS. Kombinasi sentimen eksternal dan internal membuat posisi rupiah masih cukup baik dan kompetitif. Apalagi, BI juga terbuka mengontrol pasar dengan melakukan intervensi.