Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca Perdagangan pada Juli 2019 mengalami defisit sebesar US$ 0,06 miliar atau US$ 63,5 juta. Angka defisit neraca dagang ini bila dibandingkan konsensus ekonomi maka berada di bawah ekspektasi.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, ekspektasi para ekonomi harusnay neraca dagang bisa surplus. "Tapi mau bagaimana karena sekarang persoalannya ini terjadi karena beberapa bulan terakhir ekspor dan impor kita juga menyusut," kata David kepada Kontan.co.id pada Kamis (15/8).
Baca Juga: Ekspor Indonesia meningkat 31,02% secara bulanan pada Juli 2019
Menurut David, pada Juli 2019 ini seharusnya bisa menjadi masa normalisasi dari musim impor yang cukup tinggi di bulan Juni 2019. Hanya saja, di sisi lain ekspor Indonesia juga masih belum banyak permintaan.
Permintaan global dinilai masih lemah, aktivitas perdagangan global juga masih menurun dilihat dari aktivitas angkutan kapal yang berkurang."Memang penyebab utama tetap perang dagang dan itu memang yang kita harus waspadai karena kita tidak tahu kapan ini berakhir," tambah David.
Apalagi setelah dilihat bahwa akhir-akhir ini kondisi tersebut juga memicu beberapa negara yang melakukan resesi, seperti Amerika. Oleh karena itu, David mengimbau Indonesia untuk melakukan diversifikasi produk agar tidak terlalu bergantung pada negara lain.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Kepala BPS Suhariyanto. Menurutnya, kondisi sekarang banyak ketidakpastian dan tidak mulus untuk ekspor komoditas Indonesia.
"Kita jadi tidak memiliki kepastian untuk ekspor karena negara tujuan utama juga mengalami perlambatan. Belum juga harga komoditas yang fluktuatif. Saat ini harga minyak memang naik, tetapi itu belum tentu jaminan akan naik terus," kata Suhariyanto pada Kamis (15/8) di Jakarta.
Baca Juga: Neraca dagang Juli defisit, IHSG terjun 1% pada sesi I perdagangan Kamis (15/8)