Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
Fikri menambahkan rupiah kemungkinan akan lanjut menguat dengan tren harga minyak global yang melemah. Apalagi dari data neraca perdagangan Juli 2019, tampaknya impor migas menurun 9% dan secara keseluruhan impor sudah menurun 15,21% year on year (yoy).
Meskipun sebaliknya ekspor migas meningkat 13,35% yoy. Fikri memprediksi dengan kondisi eksternal dan internal saat ini stabilitas makro dari sisi nilai tukar rupiah akan membantu.
Baca Juga: Inilah sejumlah faktor yang bikin harga minyak Brent anjlok ke bawah US$ 60
Dia meramal rupiah bisa berada di nilai rata2-rata tengah di level Rp 14.280 per dollar AS sepanjang 2019, atau dalam rentang Rp 13.900-Rp 14.700 per dollar AS.
“BI akan terus berada di pasar untuk menjaga nilai tukar sejalan fundamentalnya dan memastikan mekanisme pasar tetap berjalan dengan baik sehingga tetap kondusif bagi stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan,” ujar Dody.
Di sisi lain, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir memiliki pandangan berbeda. Menurutnya AS masih jauh dari resesi.
Baca Juga: Ini dampak inverted yield curve US Treasury bagi Indonesia
Iskandar menilai stabilitas makro domestik masih dihantui gencatan dagang AS-China. Yang telah mengakibatkan pertumbuhan ekonomi di China dan AS turun. Sehingga daya beli global turun. Efek domino selanjutnya dapat menurunkan pertumbuhan ekspor Indonesia di tahun 2019.
“Dampaknya adalah terhadap ekspor Indonesia karena China, Jepang dan AS adalah tiga negara terbesar ekspor Indonesia,” kata Iskandar kepada Kontan.co.id, Kamis (15/8).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News