Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan, draf revisi UU Penyiaran berpotensi mengancam kemerdekaan pers.
Dalam Pasal 50B ayat 2 huruf c menyebutkan larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Nani Afrida mengatakan, karya jurnalisme investigasi bukan karya sembarangan. Karena dibuat sesuai etik, mengandung nilai-nilai jurnalisme yang tinggi, dan sesuai UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Dengan demikian, adanya pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi justru aneh dan mengancam kemerdekaan pers.
"Sudah pasti mengancam (kemerdekaan pers), terkesan ada pembungkaman pers," ujar Nani saat dihubungi Kontan, Selasa (14/5).
Baca Juga: Dewan Pers Tegas Tolak Draft RUU Tentang Penyiaran, Ini Alasannya
Selain itu, AJI juga menyoroti Pasal 8A ayat 1 huruf q yang menyebutkan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran.
Padahal, lanjut Nani, penyelesaian sengketa jurnalistik seharusnya diselesaikan lewat Dewan Pers berdasarkan UU Pers.
"Ini rancu dan overlapping antara wewenang Dewan Pers dan juga dengan KPI," jelas Nani.
Selain itu, AJI menyoroti ada konsekuensi lain dari kewajiban produk jurnalisme penyiaran yang harus tunduk pada aturan Komisi Penyiaran Indonesia. Hal itu juga tumpang tindih dengan kewenangan dengan Dewan Pers.
Berikutnya, UU Pers tidak dijadikan sebagai salah satu konsideran dalam draf revisi UU Pers. Padahal, di draf sebelumnya, UU Pers menjadi salah satu konsideran dalam draf revisi UU Penyiaran.
"Itu juga bisa jadi terjadi pembungkaman pers," terang Nani.
Dihubungi secara terpisah, tanpa membenarkan atau tidak terkait draf revisi UU Penyiaran, Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan bahwa saat ini baru penyusunan draf dan masih proses di Badan Legislasi DPR.
Ia menyatakan, draf revisi akan resmi menjadi rancangan undang-undang ketika sudah masuk dalam rapat paripurna DPR menjadi RUU usul inisiatif DPR.
Setelah itu, draf dikirim ke pemerintah. Pemerintah nantinya akan membuat daftar inventarisasi masalah (DIM) sandingan revisi UU Penyiaran.
Baca Juga: PWI: Draf RUU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers
"Sembari menunggu pemerintah membuat draf sandingan, kita akan panggil semua stakeholders (revisi UU Penyiaran)," ujar Abdul saat dihubungi Kontan, Selasa (14/5).
Abdul mengaku belum tahu kapan waktunya draf revisi UU Penyiaran akan masuk rapat paripurna untuk menjadi RUU usul inisiatif DPR. Menurutnya, proses itu nantinya juga akan terbuka bagi publik.
"Bahwa kemudian drafnya ada kurang di sana-sini, mungkin memang kurang, dan kita akan terbuka meminta masukan, tapi waktunya bukan sekarang, waktunya ketika menjadi RUU," jelas Abdul.
Abdul melanjutkan, ketika sudah menjadi RUU, pemerintah dan DPR akan membahas revisi UU Penyiaran secara terbuka dan melibatkan stakeholder terkait. Pelibatan tersebut untuk meminta saran perbaikan dan masukan atas draf yang ada.
"Kita pasti akan undang (stakeholder terkait memberi saran perbaikan dan masukan)," ucap Abdul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News