kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.938.000   14.000   0,73%
  • USD/IDR 16.300   -5,00   -0,03%
  • IDX 7.113   44,39   0,63%
  • KOMPAS100 1.038   7,95   0,77%
  • LQ45 802   5,08   0,64%
  • ISSI 229   1,99   0,87%
  • IDX30 417   1,49   0,36%
  • IDXHIDIV20 489   1,52   0,31%
  • IDX80 117   0,66   0,57%
  • IDXV30 119   -0,75   -0,63%
  • IDXQ30 135   0,08   0,06%

Waspadai Sinyal Negatif dari Tren Deflasi Berkepanjangan Terhadap Ekonomi Domestik


Senin, 02 Juni 2025 / 20:11 WIB
Waspadai Sinyal Negatif dari Tren Deflasi Berkepanjangan Terhadap Ekonomi Domestik
ILUSTRASI. Pedagang menunggu pembeli di Pasar Klender, Jakarta, Jumat (28/2/2025). Ekonom Bank Permata peringatkan sinyal negatif dari tren deflasi berkepanjangan terhadap perekonomian domestik.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -JAKARTA.  Deflasi sebesar 0,37% secara bulanan (mtm) yang terjadi pada Mei 2025 dinilai sebagai fenomena musiman yang bersifat sementara. Namun, jika tren ini terus berlanjut, deflasi dapat menimbulkan risiko bagi perekonomian.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa deflasi pada Mei utamanya disebabkan oleh normalisasi harga komoditas hortikultura seperti cabai merah, cabai rawit, bawang putih, dan bawang merah, setelah lonjakan harga pasca-Lebaran.

"Secara historis, deflasi pasca-Idulfitri biasanya hanya berlangsung satu bulan, sebelum kembali mencatat inflasi ringan atau netral pada bulan berikutnya," ujar Josua kepada Kontan, Senin (2/6).

Baca Juga: Risiko Global Hingga Pelemahan Rupiah Pengaruhi Ekonomi Domestik Tahun Ini

Ia memperkirakan deflasi akan mulai mereda pada Juni 2025 seiring berakhirnya musim panen, stabilnya pasokan pangan, dan meningkatnya konsumsi menjelang libur sekolah serta perayaan Iduladha.

Meskipun menurunnya harga memberikan dampak positif terhadap daya beli masyarakat berpenghasilan rendah, Josua menilai deflasi kali ini juga menyiratkan sinyal negatif, terutama terkait lemahnya permintaan domestik.

“Deflasi juga mencerminkan bahwa konsumsi rumah tangga secara luas belum sepenuhnya pulih,” jelasnya.

Kondisi tersebut tercermin dari beberapa indikator, seperti indeks PMI manufaktur yang masih berada di zona kontraksi pada level 47,4, penurunan ekspor ke Amerika Serikat, serta banyaknya diskon yang ditawarkan pelaku usaha untuk menarik pembeli.

Baca Juga: Duh! Diskon Tarif Listrik 50% Batal

Di sisi lain, deflasi turut menunjukkan bahwa pasokan pangan cukup terjaga, distribusi barang berjalan lancar, dan tekanan biaya hidup masyarakat menurun. 

Inflasi inti yang rendah, yakni sebesar 0,08% mtm atau 2,4% yoy, serta deflasi pada sektor transportasi akibat penurunan harga bensin dan tarif antarkota, ikut menjaga stabilitas daya beli masyarakat.

Meski demikian, Josua mengingatkan bahwa risiko deflasi berkepanjangan dapat muncul jika lemahnya permintaan domestik terus berlanjut. Hal ini diperparah oleh penurunan pesanan baru di sektor manufaktur dan ketidakpastian ekonomi global.

Ia juga menilai bahwa perlambatan inflasi inti bisa menjadi indikator stagnasi daya beli kelompok menengah dan atas, yang dapat memperlambat proses pemulihan ekonomi nasional. 

Ketergantungan pada harga pangan yang sangat sensitif terhadap cuaca dan gangguan rantai pasok, juga menjadi tantangan tersendiri ke depan.

Baca Juga: Diskon Tarif Listrik 50% Batal, Sri Mulyani Beberkan Alasannya

Sektor jasa, termasuk restoran dan makanan siap saji, masih mencatat kontribusi inflasi yang terbatas, mencerminkan lambatnya pemulihan konsumsi masyarakat.

Sementara itu, kenaikan harga emas perhiasan dan layanan perawatan pribadi yang cukup tinggi (9,24% yoy) dapat menciptakan distorsi dalam pola konsumsi kelompok tertentu.

Josua menegaskan bahwa meskipun deflasi Mei mengurangi tekanan inflasi jangka pendek, kondisi ini sekaligus memperkuat kekhawatiran mengenai lemahnya konsumsi rumah tangga.

Baca Juga: Penurunan Harga Pangan Jadi Penyumbang Utama Deflasi Mei 2025

Oleh karena itu, ia menilai arah kebijakan ke depan perlu difokuskan pada penguatan permintaan agregat, penyaluran bantuan sosial yang lebih tepat sasaran, serta pemberian insentif fiskal yang efektif.

“Pemulihan ekonomi akan lebih berkelanjutan jika konsumsi masyarakat benar-benar pulih, bukan sekadar terdorong oleh penurunan harga,” pungkas Josua.

Selanjutnya: OJK Perkuat Ketahanan Sektor Keuangan Hadapi Tantangan Global

Menarik Dibaca: Moms Wajib Lakukan 4 Hal Ini Setelah Berhubungan Seks Untuk Kebersihan Vagina Ya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×