Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih menunggu kepastian dari pemerintah terkait perpanjangan kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM sebesar 0,5% di 2025.
Sebab, hingga saat ini pemerintah belum menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan menjadi landasan perpanjangan insentif tersebut.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mendorong pemerintah agar memberikan kepastian kepada wajib pajak mengenai keputusan kebijakan tersebut.
Baca Juga: Insentif Era Prabowo Tak Ada yang Baru, Dampaknya Kurang Jos ke Pertumbuhan Ekonomi
Fajry menilai, pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan PPh Final UMKM 0,5% dikarenakan bukan kebijakan best practice sesuai dengan studi IMF.
Namun pemerintah harus mempertimbangkan momen yang tepat untuk mengambil keputusan tersebut agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Oleh karena itu, Fajry menilai ini insentif PPh Final UMKM yang sudah terlanjur dijanjikan pemerintah harus segera diterbitkan aturannya.
"Saya sudah bisa membayangkan kegaduhan yang muncul kalau pemerintah tidak melanjutkan fasilitas tersebut saat ini," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (20/2).
Ia mengingatkan bahwa sebelumnya beberapa kebijakan pemerintah yang dinilai kurang tepat waktu justru menuai protes publik dan akhirnya ditarik kembali.
Menurutnya, apabila kebijakan PPh Final UMKM 0,5% dihentikan secara tiba-tiba, dampaknya akan luas karena berkaitan langsung dengan UMKM yang berkontribusi lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Selain itu, Fajry juga menyoroti kondisi ekonomi yang masih belum sepenuhnya pulih ke tingkat sebelum pandemi.
"Tingkat inflasi inti masih di bawah masa pre pandemi. Artinya, daya beli kita masih di bawah masa pre pandemi. Selain itu, pasca pandemi, sektor manufaktur kita masih terpukul akibat terpukul barang murah dari China sebagai dampak perang dagang AS dengan China," katanya.
Baca Juga: PPN 12% Tidak Signifikan Naikkan Harga Barang, Bukan Penyebab Industri Gulung Tikar
Akibat dari situasi tersebut, banyak masyarakat yang beralih ke sektor UMKM demi bertahan hidup. Oleh karena itu kebijakan keringanan pajak bagi UMKM masih relevan untuk diberikan dalam situasi saat ini.
"Saya kira keringanan pajak penghasilan bagi UMKM masih relevan untuk diberikan," terang Fajry.
Senada, Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman setuju bila kebijakan PPh Final UMKM tetap dilanjutkan pemerintah UMKM.
Mengingat keringanan pajak tersebut sangat membantu UMKM yang belum siap jika harus dikenakan tarif normal.
"Jika ternyata pemerintah memilih tidak memperpanjang, saya kira akan banyak wajib pajak UMKM yang kecewa," terang Raden.
Untuk diketahui, berdasarkan aturan yang ada, Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM tidak lagi bisa mendapatkan tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5% mulai tahun 2025. Aturan yang sudah diterapkan sejak tahun 2018 ini hanya berlaku sampai akhir 2024.
Dalam ketentuan pasal 59 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022, jangka waktu pengenaan tarif PPh final 0,5% paling lama 7 tahun untuk WP orang pribadi, 4 tahun untuk WP badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang, dan 3 tahun untuk WP badan perseroan terbatas.
Berdasarkan catatan KONTAN, ada sekitar 1,23 juta WP UMKM yang akan menggunakan tarif normal mulai tahun 2025 atau membayar pajak sesuai dengan ketentuan umum UU Pajak Penghasilan.
Tarif PPh final UMKM sebesar 0,5% dapat digunakan wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak.
Selanjutnya: Bangunan Baru Stasiun Tanah Abang Beroperasi, Ada Penyesuaian Alur Penumpang KRL
Menarik Dibaca: Cegah Mata Kering, JEC Luncurkan Dry Eye Spa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News