Reporter: Siti Masitoh | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menebar ragam insentif mulai dari insentif pajak, untuk kelas menengah hingga atas. Akan tetapi insentif tersebut dinilai belum bisa mendorong perekonomian tahun ini.
Ekonom Center of Reform on Economic atau CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, beberapa insentif tersebut masih sama seperti era pemerintahan sebelumnya.
Misalnya saja, insentif pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah (DTP) untuk kendaraan roda empat berbasis listrik, insentif PPN DTP rumah susun dan tapak, insentif, dan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 DTP bagi pegawai di sektor tertentu.
Selanjutnya, stimulus untuk UMKM, wirausaha, dan industri akan diberikan perpanjangan masa berlakunya PPh final 0,5% dari omzet sampai dengan tahun 2025 melalui revisi peraturan pemerintah.
Baca Juga: Tak Jadi Naik, Tarif PPN Bangun Rumah Tanpa Kontraktor Tetap 2,2%
Yusuf menilai, karena insentif tersebut mayoritas menerapkan kebijakan pemerintahan sebelumnya, maka dampak ke perekonomian tahun ini tak akan jauh seperti tahun lalu.
“Sayangnya kalau kita berkaca pada tahun lalu, insentif terutama untuk pajak relatif belum bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi setidaknya seperti target yang disampaikan pemerintah di awal tahun 2024 (5,2%),” tutur Yusuf kepada Kontan, Minggu (9/2).
Selain itu, Yusuf menilai, insentif yang dikeluarkan pemerintah seperti pajak umumnya berlaku untuk masyarakat yang bekerja di sektor formal. Padahal sektor informal juga tercatat sebagai sektor yang relatif mendominasi lapangan kerja saat ini. Artinya, dampak yang diberikan relatif terbatas pada sektor formal saja.
Selain itu, beberapa insentif untuk kelas menengah juga terbatas dalam jangka waktu tertentu, sehingga bisa mempengaruhi kapasitas bantuan atau insentif tersebut dalam menstimulasi perekonomian.
Baca Juga: Pemerintah Tambah Insentif untuk Menjaga Daya Beli Masyarakat
“Sehingga jika tidak ada tambahan insentif yang lebih luas, terutama bagi mereka yang terkategorisasi sebagai pendapatan kelas menengah ataupun calon kelas menengah maka dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi terutama konsumsi rumah tangga akan tidak sebesar potensialnya,” tambahnya.
Sebenarnya, Yusuf menambahkan, pemerintah tidak perlu menambah insentif lain untuk mendorong ekonomi saat ini. Tetapi dengan cara memperluas cakupan ataupun syarat yang bisa menerima bantuan tersebut.
Misalnya bantuan sosial diperluas tidak hanya kepada masyarakat yang terkategorisasi sebagai kelompok pendapatan miskin, tetapi juga kepada masyarakat yang terkategorisasi sebagai kelompok rentan miskin, ataupun yang terkategorisasi sebagai calon kelas menengah pada range pendapatan tertentu.
“Hal yang sama juga berlaku untuk bantuan lain termasuk di dalamnya misalnya subsidi LPG 3 kg ataupun subsidi pendidikan maupun transportasi,” ungkapnya.
Melihat kondisi tersebut, Yusuf menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan untuk mendorong dari beli masyarakat, dengan memperluas cakupan penerimaan dari bantuan eksisting yang sudah ada.
Meski harus menambah anggaran, pemerintah bisa membarengi dengan upaya meningkatkan rasio pajak. Dalam jangka menengah, bisa dilakukan melalui ekstensifikasi sumber-sumber penerimaan baru.
“Setidaknya diatas pencapaian pertumbuhan ekonomi tahun lalu. Masih di kisaran % tapi angka dibelakang komanya lebih besar,” tandasnya.
Baca Juga: Pemerintah Kembali Tebar Insentif PPN DTP untuk Pembelian Rumah Tapak dan Rusun
Selanjutnya: Merdeka Copper (MDKA) Terbitkan Obligasi Rp 2,8 Triliun, Cek Bunganya
Menarik Dibaca: Aplikasi Penghasil Saldo DANA Modal Facebook Pro Doang!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News