Reporter: Abdul Basith, Grace Olivia | Editor: Adinda Ade Mustami
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Keuangan bersiap melonggarkan defisit anggaran pada tahun ini. Langkah melonggarkan defisit di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini agar bisa menjadi instrumen countercyclial di tengah tekanan perekonomian.
Namun pemerintah harus berhati-hati agar defisit tak menjadi bumerang yakni menyebabkan beban utang pemerintah makin berat.
Pelebaran defisit anggaran tahun ini, utamanya dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, wabah Covid-19 menyebabkan perekonomian di dalam negeri dan global melambat.
Untuk menangkal perlambatan ekonomi yang lebih dalam, pemerintah harus menyiapkan alokasi anggaran belanja untuk stimulus perekonomian dalam negeri. Hingga saat ini, pemerintah masih merancang stimulus-stimulus tersebut.
Baca Juga: Wabah corona buat ekonomi makin sulit tumbuh 5%
Kedua, penerimaan negara terutama yang berasal dari komoditas turun. Belum selesai persoalan wabah Covid-19, muncul persoalan baru, yakni perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia.
Hal tersebut membuat harga minyak mentah dunia mengalami kejatuhan pada awal pekan ini. Mengutip Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) siang kemarin, turun 30,2% ke level US$ 28,82 per barel.
Di satu sisi, penurunan harga minyak menjadi angin segar karena diperkirakan akan menekan nilai impor minyak Indonesia. Akan tetapi di sisi lain, tentu hal ini menyebabkan penerimaan dari sektor migas turun.
Baca Juga: Harga minyak jatuh, penerimaan negara dari sektor migas pasti shortfall tahun ini
Padahal kondisi penerimaan negara sudah mengalami tekanan sejak tahun lalu. Salah satunya dipengaruhi oleh realisasi harga minyak mentah Indonesia alias Indonesia Crude Price (ICP) yang meleset jauh dari asumsi dalam APBN 2019.
"Penerimaan kita dari sisi migas maupun pajak yang lain pasti akan juga mengalami tekanan kalau dari sisi komoditas harganya turun dan kegiatan ekonomi melemah," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, usai rapat kabinet di Istana Presiden, Senin (9/3).
Meski demikian, pihaknya akan melihat apakah penurunan harga minyak mentah dunia merupakan situasi yang berlangsung hanya dalam jangka pendek hitungan bulan, atau jangka panjang yaitu hitungan kuartal atau semester.
Yang jelas, ia sudah punya ancang-ancang. "Saat ini, kami mengindikasikan defisit itu ada dalam kisaran antara 2,2% hingga 2,5% (terhadap Produk Domestik Bruto)," tandas Sri Mulyani.
Fitch Solutions Group sebelumnya juga memperkirakan memprediksi, pelebaran defisit APBN tahun ini bakal mencapai 2,5% terhadap PDB. Adapun perkiraan sebelumnya, hanya sebesar 1,8% terhadap PDB.
Baca Juga: Virus Corona Bikin Defisit Anggaran Makin Melebar
Ekonom Bank UOB Enrico Tanuwidjaja memproyeksi, harga minyak mentah tidak akan pulih mencapai level yang diasumsikan pemerintah di atas US$ 60 per barel. Sebab itu, penerimaan negara dari sektor migas hampir dapat dipastikan semakin jauh dari target.
"Untuk bisa mencapai titik US$ 63 itu agak challenging. Peluang shortfall penerimaan migas bisa besar dan ini sekali lagi menjadi wake-up call bagi pemerintah untuk tidak bisa lagi mengandalkan penerimaan dari sektor migas," kata Enrico kepada KONTAN, kemarin.
Enrico mengatakan, sejak awal ia memprediksi pelebaran defisit pada tahun ini akan berada di atas target yaitu sebesar 2,15% dari PDB.
Namun demikian, "Kalau ada tambahan stimulus-stimulus fiskal dan risiko perekonomian sekarang dengan wabah Covid-19 maka defisit bisa mendekati 3% atau paling minimal 2,5% dari PDB,” tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News