Reporter: Asep Munazat Zatnika, Benedictus Bina Naratama, Fahriyadi | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pupus sudah harapan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menempatkan wakilnya sebagai ketua DPR. Senin (29/9), Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Undang-Undang (UU) No.17 tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD (MD3) yang diajukan PDIP, khususnya soal mekanisme pemilihan ketua DPR.
MK menilai, dalil yang digunakan PDIP dalam uji materi UU MD3 tak beralasan. Di sisi lain, MK menerima eksepsi pihak terkait dari partai Golkar, PPP, dan PKS yang menilai PDIP tidak memiliki legal standing dalam mengajukan permohonan. “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ungkap Ketua MK Hamdan Zoelva, Senin (29/9).
Keputusan MK itu menutup peluang PDIP sebagai pemenang pemilu legislatif tahun 2014 untuk meraih kursi Ketua DPR secara otomatis. MK menyatakan, Pemilu diselengarakan untuk memilih wakil rakyat di DPR. Sedangkan pemilihan pimpinan DPR menjadi hak anggota DPR untuk memilih dan menentukan pemimpinnya sendiri.
Ditolaknya gugatan uji materi PDIP atas UU MD3 ini diperkirakan bakal menyulitkan langkah pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) di parlemen. Keputusan MK itu membuka peluang Koalisi Merah Putih yang dipimpin Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto menduduki kursi pimpinan DPR.
Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno tidak menampik, ditolaknya uji materi UU MD3 akan mempersulit pemerintahan Jokowi-JK selama lima tahun ke depan. Menurut dia, spirit UU MD3 berpotensi melahirkan ketegangan permanen antarlembaga negara. Energi politik akan banyak tersita untuk mensinkronkan kepentingan eksekutif dan legislatif. "Nanti politik kita jadi super bising dan gaduh," kata Hendrawan.
Hendrawan belum bisa memastikan strategi yang akan ditempuh PDIP demi memuluskan program-program Jokowi-JK di parlemen. "Kami akan pelajari terlebih dahulu. Pada prinsipnya kami menghormati putusan MK. Kami menilai harus ada langkah-langkah serius untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensial," katanya.
Arif Budimanta, anggota DPR dari fraksi PDIP lainnya, juga mengaku kecewa terhadap penolakan uji materi UU MD3. Dia menilai, keberadaan UU tersebut telah mencederai demokrasi di Indonesia. Apalagi, semangat yang dibangun KMP di parlemen nanti diprediksi akan banyak bertentangan dengan pemerintahan.
Meski begitu, kata dia, kubu PDIP akan merapatkan barisan. Tak hanya di internal partai, tapi juga dengan seluruh partai mitra koalisinya di parlemen. “Dalam dunia politik, sulit mempertahankan koalisi. Jadi, perlu dibangun kepercayaan dan landasan kuat. Dan kami di koalisi sudah punya komitmen itu," kata Arif.
Namun, menurut Siti Zuhro, Pengamat Politik LIPI, penolakan uji materi UU MD3 bukan akhir dari segalanya bagi PDIP. Dia bilang, kebijakan pemerintahan Jokowi-JK tidak akan terhambat KMP di parlemen jika para politisi senior PDIP mampu meraih dukungan penuh melalui lobi-lobi fraksi di DPR. "PDIP memasuki babak baru untuk bisa berkomunikasi dengan partai lain di parlemen," ujar Siti.
Saat ini, kata Siti, PDIP hanya butuh sosok perwakilan yang bisa mencairkan suasana antarpartai di DPR. Ia menyarankan agar Jokowi juga turun tangan melakukan manuver politik. "Jokowi harus masuk ke dalam komunikasi politik. Ia harus turun tangan langsung, seperti (alm) Taufik Kemas yang bisa mengharmonisasi hubungan dengan rival-rivalnya," kata Siti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News