Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2023 kembali turun. Bank Indonesia (BI) mencatat, ULN per akhir Februari 2023 sebesar US$ 400,1 miliar. Jumlah tersebut turun US$ 4,5 miliar dibandingkan utang luar negeri pada Januari 2023 sebesar US$ 404,6 miliar.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, penurunan ULN Indonesia juga perlu diwaspadai. Hal ini karena penurunan ULN mengindikasikan adanya perlambatan likuiditas secara global.
"Perlu diwaspadai juga bahwa kemungkinan untuk menarik investor masuk ke pasar surat utang terpaksa harus ada kenaikan suku bunga. Tapi kalau suku bunga naiknya terlalu tinggi, juga terlalu berisiko bagi sektor riil. Itu dilematis," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Jumat (14/4).
Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia di Februari 2023 Turun Jadi US$ 400,1 Miliar
Bhima bilang, investor akan menghindari aset-aset yang mungkin dinilai masih berisiko terutama di pasar Surat Berharga Negara (SBN) lantaran masih banyak menunggu kenaikan suku bunga The Fed akan seberapa tinggi di tahun ini.
"Intinya banyak yang mencermati situasi keuangan global pasca-pandemi ini masih memiliki risiko yang relatif cukup tinggi," kata dia.
Sementara itu, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky melihat, belum ada potensi kenaikan ULN seiring dengan masih tingginya ketidakpastian global, setidaknya selama semester pertama 2023 ini.
Hanya saja, tetap ada yang perlu diwaspadai pemerintah terkait ULN Indonesia ke depan. Pasalnya, naiknya suku bunga global seiring dengan naiknya ULN, maka biaya dana juga akan lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
"Ini perlu diwaspadai dalam akumulasi utang ke depannya, terutama ULN, yang kemungkinan beban bunga utang tinggi akan mempersempit ruang fiskal kita," kata Riefky.
Baca Juga: Pemeritah Berharap Bunga Utang Kereta Cepat dari China dapat Diturunkan Lagi
Direktur Segara Research Institute Piter Abdullah meyakini, ULN Indonesia akan terus berkurang karena beberapa faktor, seperti arah kebijakan pemerintah untuk menurunkan ULN.
Selain itu, stand kebijakan pemerintah yang didukung oleh pasar obligasi atau Surat Utang Negara (SUN) domestik yang sudah cukup berkembang juga mampu menutupi kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Tak hanya itu, disiplin fiskal dari pemerintah dalam menjaga defisit APBN di bawah 3% Produk Domestik Bruto (PDB) juga menjadi faktornya.
"Dengan dukungan faktor-faktor di atas utang pemerintah akan terus berkurang walaupun tidak akan dibuat menjadi nol. Negara-negara maju sekalipun masih memiliki ULN," terang Piter.
Baca Juga: Yellen Desak Tindakan Cepat untuk Restrukturisasi Utang Zambia dan Ghana
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto memperkirakan masih akan ada potensi penurunan ULN seiring dengan kondisi global yang masih belum stabil.
"Potensi penurunan ini masih akan terjadi saya rasa ya, ketika globalnya belum stabil, terlebih lagi geopolitik juga akhir-akhir ini semakin memanas, nah ini akan membuat baik sektor swasta maupun sektor publik akan menahan diri menarik utang lebih banyak di luar negeri yang berdenominasi dolar," ujar Eko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News