Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Utang luar negeri (ULN) Indonesia terus menjadi sorotan di tengah kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian.
Meski nilainya sedikit turun pada Juli 2025, beban pembayaran utang tetap berpotensi menekan kemampuan Indonesia memenuhi kewajiban keuangan.
Data Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi ULN Indonesia pada Juli 2025 mencapai US$ 432,5 miliar. Angka ini menurun dibandingkan Juni 2025 yang sebesar US$ 434,1 miliar.
Namun secara tahunan, ULN masih tumbuh 4,1%, melambat dari 6,3% pada bulan sebelumnya.
Baca Juga: Meningkat, Utang Luar Negeri Indonesia Capai US$ 427,5 Miliar Per Januari 2025
Dari total tersebut, ULN pemerintah mencapai US$ 211,7 miliar pada Juli 2025. Pertumbuhannya tercatat 9% secara tahunan, lebih rendah dibandingkan 10% di Juni.
Perlambatan ini dipengaruhi oleh turunnya pertumbuhan pinjaman luar negeri dan penerbitan surat utang negara.
Sementara itu, ULN swasta relatif stabil di kisaran US$ 195,6 miliar. Namun secara tahunan, terjadi kontraksi tipis 0,3%.
BI menjelaskan, kontraksi terutama terjadi pada utang perusahaan nonkeuangan, yang minus 1,2%. Sebaliknya, utang lembaga keuangan justru naik 3,6%.
BI juga mencatat rasio pembayaran utang atau debt service ratio (DSR) tier-1 mencapai 16,63% pada kuartal II-2025, naik dari 14,97% pada kuartal sebelumnya.
Meski secara tahunan DSR turun tipis menjadi 17,16% dari 17,82%, kenaikan beban cicilan tetap menjadi sinyal waspada.
Baca Juga: Utang Luar Negeri Swasta Capai US$ 196,4 Miliar, Terkontraksi 0,9% YoY pada Mei 2025
DSR menggambarkan seberapa besar kemampuan negara membayar bunga dan pokok utang dibanding penerimaan ekspor. Semakin tinggi angkanya, semakin berat pula beban pembayaran.
Chief Economist Bank Syariah Indonesia, Banjaran Surya Indrastomo, menekankan pentingnya kewaspadaan terutama pada ULN swasta.
“Utang luar negeri swasta ini dulu yang memukul Indonesia pada 1998. Memang sekarang sudah ada produk lindung nilai (hedging), tapi tetap perlu hati-hati mengingat volatilitas kurs dan arus modal jangka pendek,” ujar Banjaran.
Selanjutnya: Ketegangan Baru, China Hadang Kapal Filipina di Laut China Selatan
Menarik Dibaca: IHSG Masih Berpeluang Naik, Ini Rekomendasi Saham BNI Sekuritas (16/9)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News