kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.321.000   -16.000   -0,68%
  • USD/IDR 16.675   65,00   0,39%
  • IDX 8.274   121,80   1,49%
  • KOMPAS100 1.150   20,83   1,85%
  • LQ45 828   21,81   2,70%
  • ISSI 292   3,80   1,32%
  • IDX30 433   11,22   2,66%
  • IDXHIDIV20 495   13,50   2,81%
  • IDX80 128   2,92   2,34%
  • IDXV30 137   2,82   2,10%
  • IDXQ30 138   3,59   2,67%

Upaya Kejar Pajak Orang Kaya Belum Cukup Tutupi Kekurangan Penerimaan Pajak 2025


Kamis, 23 Oktober 2025 / 17:04 WIB
Diperbarui Kamis, 23 Oktober 2025 / 17:25 WIB
Upaya Kejar Pajak Orang Kaya Belum Cukup Tutupi Kekurangan Penerimaan Pajak 2025
ILUSTRASI. Petugas melayani warga wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Padang Dua di Jl Pemuda Padang, Sumatera Barat, Rabu (24/9/2025). Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak sepanjang Januari-Agustus 2025 mencapai Rp1.135,4 triliun atau turun sebesar 5,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1.196,5 triliun, penurunan tersebut disebabkan kontraksinya penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/tom.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai langkah pemerintah yang kembali menargetkan kelompok High Wealth Individual (HWI) untuk mengoptimalkan penerimaan pajak bukanlah hal baru.

Namun, ia mempertanyakan kelompok orang kaya mana yang saat ini dinilai belum patuh, mengingat pemerintah sebelumnya telah melaksanakan berbagai program pengungkapan harta, seperti Tax Amnesty pada 2016, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 2022, hingga penerapan Automatic Exchange of Information (AEOI).

"Saya masih ingat beberapa orang super kaya yang mendapatkan SP2DK karena belum melaporkan aset keuangan yang ada di luar negeri. Itupun kalau dari pengakuan mereka adalah rekening lama yang terlupakan," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (23/10).

Menurut Fajry, potensi tambahan penerimaan pajak dari kelompok orang kaya semakin menipis seiring dengan semakin banyaknya data harta yang sudah dimiliki Direktorat Jenderal Pajak (DJP). 

Baca Juga: Target SPT Turun, Sinyal Awal Pelemahan Penerimaan Pajak pada 2026

Ia mencontohkan, penerimaan dari program PPS hanya mencapai Rp 61 triliun, dan bila potensi itu digali lagi secara lebih spesifik hanya terhadap HWI, hasilnya kemungkinan jauh lebih kecil.

"Untuk itu, saya ragu jika strategi tersebut akan mampu untuk mengejar potensi shortfall penerimaan secara signifikan. Meski demikian, hal tersebut memang perlu dilakukan untuk mengejar target penerimaan. Dibutuhkan tapi tidak cuku," katanya.

Fajry juga mengingatkan agar DJP tidak menerapkan langkah agresif dalam penagihan pajak terhadap kalangan HWI. 

Ia khawatir praktik “aggressive tax collection” justru menimbulkan ketidakpastian dan mendorong para pengusaha memindahkan aset mereka ke luar negeri.

"Kelompok HWI inikan dari kalangan pengusaha. Mereka akan menerjemahkan hal tersebut sebagai ketidakpastian dan bisa saja melarikan aset mereka ke luar negeri. Belum lagi, sebagian dari kelompok super kaya sudah berkontribusi dalam Patriot Bond. Jangan diberikan beban pajak baru yang tidak jelas dasarnya," terang Fajry.

Baca Juga: Ditjen Pajak Optimistis Kejar Penerimaan Pajak Rp 781,6 Triliun di Sisa Tahun 2025

Ia menambahkan, Patriot Bond sendiri hanya berhasil menghimpun dana mencapai sekitar Rp 50 triliun, angka yang dinilainya tidak sebanding dengan risiko kehilangan kepercayaan dari kelompok yang selama ini menjadi penggerak ekonomi nasional.

"Tidak sebanding dengan risiko kehilangan trust (kepercayaan) dari kelompok yang menggerakan ekonomi selama ini," pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto telah menyiapkan langkah-langkah untuk menghadapi potensi shortfall penerimaan pajak tahun ini.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, pihaknya kini mengubah strategi pengawasan dan pengumpulan pajak dengan fokus pada wajib pajak yang memiliki potensi kontribusi besar terhadap penerimaan negara.

Baca Juga: Swasta Aktif, Purbaya Ungkap Potensi Pajak Naik Rp 110 Triliun Tanpa Kebijakan Baru

Ia mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai menerapkan pendekatan micro management dalam proses penagihan dan pengawasan.

Strategi ini dilakukan dengan pemantauan intensif terhadap data wajib pajak potensial di seluruh kantor wilayah (kanwil).

"Upayanya kita sudah mulai micro management untuk collection. Jadi kita pantau betul semua wajib pajak, kita list dari semua kanwil, potensi yang paling besar siapa, kemudian kira-kira kepatuhannya seperti apa," ujar Bimo kepada awak media di Kemenko Perekonomian, Rabu (22/10/2025).

Untuk diketahui, realisasi penerimaan pajak hingga September 2025 terkumpul Rp 1.295,3 triliun atau baru setara 62,4% dari outlook.

Realisasi penerimaan pajak ini turun 4,4% jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebesar Rp 1.354,9 triliun.

Baca Juga: CITA: Realisasi Penerimaan Pajak 2025 Berpotensi hanya Mencapai 82% dari Target

Selanjutnya: Live Streaming Persib Bandung vs Selangor, Prediksi & Jadwal AFC Champions League Two

Menarik Dibaca: 8 Rahasia Desainer Membuat Kamar Tidur Kecil Terasa Mewah dan Lapang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×