kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.407.000   24.000   1,01%
  • USD/IDR 16.580   -17,00   -0,10%
  • IDX 8.125   73,58   0,91%
  • KOMPAS100 1.120   14,21   1,28%
  • LQ45 780   7,86   1,02%
  • ISSI 292   2,64   0,91%
  • IDX30 406   2,01   0,50%
  • IDXHIDIV20 454   0,57   0,13%
  • IDX80 123   1,36   1,12%
  • IDXV30 131   1,14   0,88%
  • IDXQ30 128   0,32   0,25%

CITA: Realisasi Penerimaan Pajak 2025 Berpotensi hanya Mencapai 82% dari Target


Kamis, 16 Oktober 2025 / 16:29 WIB
CITA: Realisasi Penerimaan Pajak 2025 Berpotensi hanya Mencapai 82% dari Target
ILUSTRASI. Kawasan perkantoran dan bisnis Jakara, Senin (2/9/2024). Pada pertengahan tahun 2024, tingkat hunian sektor perkantoran masih stabil di kisaran angka 70% untuk Kawasan CBD dan Kawasan non-CBD./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/02/09/2024. Kinerja penerimaan pajak nasional terus menunjukkan pelemahan dalam beberapa bulan terakhir.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID-JAKARTA Kinerja penerimaan pajak nasional terus menunjukkan pelemahan dalam beberapa bulan terakhir.

Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menilai tren ini mengkhawatirkan dan berpotensi memperlebar defisit anggaran pemerintah.

Menurut Fajry, pemulihan kinerja pajak sejak awal tahun tidak sekuat tahun lalu.

"Awalnya outlook kita proyeksikan masih memungkinkan sampai 94% dari target, namun dengan pemulihan yang tidak sekuat dari tahun lalu outlook penerimaan terus menurun. Dari 94% lalu ke 90% dan kini 85%-88%," Ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (16/10). Namun, jika kinerja dalam beberapa bulan terakhir berlanjut hingga akhir tahun, realisasi penerimaan pajak diperkirakan hanya mencapai 82,22% dari target.

Baca Juga: Nestle Pangkas 16.000 Pekerja untuk Percepat Transformasi Perusahaan

"Jika kinerja penerimaan dalam beberapa bulan ke depan sama dengan beberapa bulan terakhir, realisasi penerimaan akan dalam kisaran 82,22%," katanya.

Fajry menjelaskan, apabila realisasi hanya mencapai 82,22%, maka defisit penerimaan pajak akan melebar tajam. Semula, dengan outlook 94%, defisit diperkirakan sekitar Rp 131,36 triliun. Namun kini, dengan proyeksi 82,22%, defisit tersebut bisa membengkak menjadi Rp 389,26 triliun.

Situasi ini juga akan berdampak pada APBN 2026. Jika realisasi pajak 2025 hanya 82,22%, maka untuk mencapai target APBN 2026, kinerja penerimaan pajak tahun depan harus meningkat 30,98%, atau setara tambahan Rp 557,66 triliun.

"Artinya, APBN 2026 semakin tidak rasional, defisit anggaran akan membengkak. Saya kira Pemerintah perlu antisipasi instabilitas makro ekonomi yang akan terjadi pada tahun depan," terang Fajry.

Lebih lanjut, Fajry mengingatkan bahwa kondisi ini dapat menyeret pertumbuhan penerimaan pajak ke zona negatif. 

Berdasarkan data historis, realisasi di kisaran 82% pernah terjadi pada 2015 dan 2016, dengan pertumbuhan masing-masing 7,61% dan 4,32%.

Namun, bila tahun ini realisasi benar-benar 82,22%, maka pertumbuhan penerimaan pajak akan terkontraksi 6,85%, lebih dalam dari penurunan 4,55% saat krisis keuangan global 2008–2009.

Fajry juga menilai bahwa dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 4,7–4,9%, seharusnya penerimaan pajak tetap bisa tumbuh positif. 

Ia menyebut tekanan restitusi pajak tahun ini seharusnya lebih ringan dibandingkan tahun 2024, karena dampak penurunan harga komoditas sudah mulai mereda.

"Jika penerimaan pajak tahun 2025 ini pada akhirnya tumbuh negatif, apalagi sampai kisaran -6,85%, ada apa? Sebuah anomali yang tidak normal menurut saya," pungkasnya.

Baca Juga: Saham Big Banks Kompak Menguat, BBNI Pimpin Kenaikan pada Perdagangan Kamis (16/10)

Selanjutnya: Harga Emas Cetak Rekor Baru di Atas US$4.230, Saham Tambang Ikut Naik Kamis (16/10)

Menarik Dibaca: 11 Rekomendasi Makanan dan Minuman untuk Meredakan Gejala Flu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×