kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tren penerimaan pajak turun secara bulanan


Minggu, 10 September 2017 / 20:55 WIB
Tren penerimaan pajak turun secara bulanan


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Pemerintah perlu menghitung dengan cermat pengelolaan fiskal menjelang akhir tahun ini. Pasalnya, performa penerimaan pajak antara realisasi dan target jika dipotret secara bulanan, trennya terus menurun.

Menyimak data yang berasal dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan (Kemkeu) terkait gap realisasi versus target secara bulanan, pada bulan Maret dan April, realisasi penerimaan lebih besar dari target bulanan. Pada Maret, penerimaan pajak tercatat Rp 90 triliun lebih besar dari target yang Rp 73,5 trilun.

Sementara pada April, penerimaan pajak tercatat Rp 122,4 triliun lebih besar dari target yang sebesar Rp 114,7 trilun.

Namun demikian, sejak bulan Mei tren ini berbalik, yakni realisasi penerimaan lebih rendah dari target. Pada Mei, penerimaan pajak tercatat Rp 77 triliun lebih kecil dari target yang Rp 85 trilun.

Tren ini berlanjut hingga Agustus di mana penerimaan pajak tercatat sebesar Rp 81,2 lebih kecil dari targetnya yang sebesar Rp 107,5 trilun. Dari awal tahun sampai 31 Agustus 2017, realisasi penerimaan pajak telah mencapai Rp 685,6 triliun atau 53,5% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017 sebesar Rp 1.283,57 triliun.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, target yang dipasang oleh Ditjen Pajak setiap bulannya terlalu tinggi. Seharusnya, hal ini bisa dikenali gejala dan tantangannya sejak awal.

“Jangan berulang seperti tahun 2015, begitu September ke depan bingung mencari penjelasan,” katanya kepada KONTAN, Minggu (10/9).

Menurut Yustinus, bila melihat tren, penerimaan tahun ini memiliki pola mirip dengan 2015. Apabila betul pola September dan selanjutnya seperti 2015, penerimaan bisa mencapai 93% dari target dengan shortfall Rp 86 triliun.

Namun, apabila faktor amnesti pajak signifikan mempengaruhi penerimaan pajak pada September, bisa jadi realisasi penerimaan pajak tahun ini hanya 88% dari target.

Yustinus melihat, ada dua komplikasi yang saling terkait menyoal penerimaan pajak tahun ini, yaitu kelanjutan revisi Perpres 37/2015 soal tukin pegawai Ditjen Pajak dan PP pelaksanaan Pasal 18 UU amnesti pajak.

"Kelanjutan revisi Perpres saya kira berpengaruh pada kinerja pegawai pajak dan PP pelaksanaan Pasal 18 UU amnesti pajak juga belum terbit, padahal ini jadi landasan penegakan hukum,” jelasnya.

Oleh karena itu, menurut Yustinus, perlu diingatkan lagi ke Presiden Joko Widodo agar bisa menyegerakan kedua aturan tersebut. Mengingat tahun ini penerimaan pajak tidak memiliki tumpuan meskipun ada kenaikan harga batubara yang sempat mencapai rekor menjadi US$ 95,80 per metrik ton pada penutupan perdagangan Kamis (7/9).

“Agaknya bersifat sementara apalagi kebutuhan global juga belum stabil,” ujar Yustinus.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis, pola penerimaan pajak empat bulan terakhir akan naik seperti belanja. Ia mencatat, defisit anggaran pada periode akhir Agustus 2017 telah mencapai 1,65% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp 224,3 triliun.

Sri Mulyani menjelaskan, defisit anggaran tersebut berasal dari penerimaan perpajakan dari DJP dan Bea Cukai yang hingga 31 Agustus 2017 telah mencapai Rp 780,03 triliun atau 53% dari target dalam APBNP.

Sedangkan, penyerapan belanja pemerintah pada periode akhir Agustus 2017 tercatat telah mencapai Rp 695,6 triliun atau 50,9% dari pagu APBNP.

“Kami cukup optimistis, karena pola penerimaan pajak empat bulan terakhir biasanya pick up seperti belanja. Namun, setiap bulan kami terus evaluasi profil penerimaan dan penyisiran terhadap extra effort," kata Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×