kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tren investasi di Indonesia tengah meningkat, ini alasannya


Selasa, 30 Juli 2019 / 20:34 WIB
Tren investasi di Indonesia tengah meningkat, ini alasannya


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) menargetkan investasi dapat meningkat sebesar Rp 792 triliun sampai akhir 2019, atau tumbuh sekitar 9% dari tahun 2018.

Kepala BKPM Thomas Trikasi Lembong mengatakan tren investasi di tahun ini akan tumbuh. Dia melihat sejak akhir kuartal IV-2018 hingga kuartal II-2019 geliat investor berlanjut positif.

Baca Juga: Pertumbuhan investasi semester I 2019 tak sesuai harapan pengusaha

Thomas memaparkan kepercayaan diri investor kembali ke pasar Indonesia tersokong sentimen eksternal yakni tensi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang meredam. Dari sisi internal stabilitas politik mulai terasa pasca pengumuman Pilpres.

“Secara siklus politik memang setahun sebelum pemilu sudah pasti melambat, maka setelahnya tumbuh atau recovery. Stabilitas ekonomi jadinya sudah mulai terjamin,” kata Thomas dalam konferensi pers di kantor BKPM, Jakarta, Selasa (30/7).

Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail Zaini mengatakan, investasi langsung atau penanaman modal bakal moncer di tahun ini. Alasannya, pembentukan Foreign Direct Invesment (FDI) terhadap Gross Domestic Bruto (GDP) masih kecil. Sehingga peluang aliran dana investasi langsung masih terbuka lebar.

Mikail menambahkan, siklus investasi yang melambat tahun lalu, membuat investor mantap menebar modal ke tahun ini. “Tahun lalu kontraksi investasi, sentimen eksternal dan internal yang positif tahun ini mendukung aliran asing,” kata Mikail kepada Kontan.co.id, Selasa (30/7).

Baca Juga: Berikut 5 negara dengan investasi terbesar di Indonesia

Berkaca pada tahun lalu, secara global pertumbuhan investasi langsung asing turun. Hal ini ditandai dengan (FDI) di dunia secara umum melemah 20%. Mikail bilang penyebab utamanya adalah perlambatan ekspor dan impor akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China.

Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pengusaha tetap optimistis aliran investasi langsung terkucur ke dunia usaha.

Proyeksi Hariyadi, hampir semua sektor usaha akan mengalami pertumbuhan. Namun sektor tekstil akan melambat karena mengalami rintangan dari pemerintah. 

Baca Juga: Sri Mulyani optimistis investasi tumbuh tinggi disokong kebijakan terpadu

Hariyadi menuding Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 64/2017 yang memberikan akses impor tanpa kontrol kepada pemegang API-U atau pedagang melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) sebagai penyebab utama keterpurukan industri tekstil saat ini.

Selama 2018, impor TPT naik 13,9% secara tahunan dari US$ 8,8 miliar ke US$ 10,02 miliar dan menyebabkan neraca perdagangan turun sebesar 25,6% yoy menjadi US$3,2 miliar.

“Solusinya dikembalikan ke aturan yang lama,” kata Hariyadi.

Pada aturan sebelumnya, yaitu Permendag Nomor 85/2015, diatur bahwa yang boleh mengimpor adalah produsen (API-P) untuk kepentingan bahan baku sendiri. Suharno menilai kondisi kinerja perdagangan TPT pada 2018 merupakan yang terburuk dalam 10 tahun terakhir.

Baca Juga: Ditjen Pajak akan genjot penerimaan pajak melalui KSWP

Di samping itu, Hariyadi meramal pertumbuhan investasi ke perusahaan dapat naik 16%-18% sampai akhir tahun 2019. Mikail menambahkan pemerintah perlu mendorong peluang bisnis lainnya yang dapat membantu defisit neraca perdagangan.

Sementara, Thomas menyampaikan bahwa motor penggerak pertumbuhan investasi di tahun ini dari sektor smelter, ekonomi digital, dan pariwisata.

Menanggapi hal tersebut, Mikail bilang smelter dan ekonomi digital nampaknya belum banyak berdampak besar terhadap defisit neraca perdagangan. Dia menyarankan pemerintah mendorong industri yang dapat meningkatkan ekspor dan bisa memangkas impor.

Baca Juga: Pemerintah optimistis penanaman modal hingga akhir tahun ini capai Rp 792 triliun

“Industri kimia dasar yakni petrokimia dan migas biar tidak ketergantungan impor,” tutur Mikail.

Kata Mikail, masalahnya selama ini investasi langsung masih di sektor pembangkit listrik, properti, dan pertambangan. Yang mana ketiganya untuk kebutuhan dalam negeri dan tidak berorientasi ekspor.

Sementara optimisme pertumbuhan dari sektor pariwisata diramal akan berlimpah. Seiring dengan proyek infrastruktur pemerintah dan program 10 Bali Baru. “Investasi langsung dari pusat bisnis perhotelan,” kata dia.

Baca Juga: BKPM mencatat realisasi investasi sebesar Rp 395,6 triliun di semester I-2019

Mikail meramal sampai dengan akhir 2019 pertumbuhan investasi langsung dapat mencapai 3%. Dia menilai jika pemerintah dapat mencapai level pertumbuhan itu, sudah cukup baik. Sebab iklim saat saat ini masih dalam proses peralihan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×