Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
Harapannya, holding pesantren yang didukung manajemen dan tata kelola yang baik dapat mendukung aktivitas usaha dengan skala yang lebih besar dalam konteks pengembangan unit usaha pesantren.
Dody menilai, tak sedikit pondok pesantren yang berhasil mengembangkan unit usaha. Ia mencontohkan salah satu pondok di Tasikmalaya menggarap bisnis tambak udang dan berhasil menjadi salah satu pemasok untuk wilayah Jawa Barat.
Baca Juga: Libatkan tiga bank syariah, NU dan Bulog luncurkan program rumah pangan santri
“Suatu saat bisa saja jual untuk ekspor […] Kita ingin melihat ponpes yang sudah punya keunggulan kompetitif dari unit usahanya itu seharusnya bisa dinaikkelaskan, menjadi salah satu pilar ekonomi kita,” tutur Dody.
Namun, masih terdapat sejumlah tantangan dalam mengembangkan kemandirian pesantren. Pertama, jumlah penduduk muslim Indonesia yang terbesar di dunia dan memiliki preferensi yang tinggi terhadap produk-produk bersertifikat halal.
Kedua, pesatnya pertumbuhan ekonomi digital seiring tingginya akseptansi kaum milenial terhadap layanan jasa dan keuangan melalui saluran digital.
Untuk itu, harus juga ada upaya memperkuat unit usaha guna menyediakan produk-produk bersertifikat halal serta menjadikan pesantren tidak hanya sebagai objek dan pasar dalam era ekonomi digital ini.
Pesantren mestinya juga menjadi subjek atau penggerak utama dalam iklim ekonomi digital, terutama pada lingkup produk dan layanan berbasis syariah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News