kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tiga mantan pejabat Jiwasraya yang divonis penjara seumur hidup akan ajukan banding


Rabu, 14 Oktober 2020 / 06:27 WIB
Tiga mantan pejabat Jiwasraya yang divonis penjara seumur hidup akan ajukan banding
ILUSTRASI. Tiga mantan pejabat Asuransi Jiwasraya yang divonis penjara seumur hidup segera mengajukan banding.


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sidang keputusan kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya telah berlangsung awal pekan ini. Tapi, kasus asuransi perusahaan ini masih berlangsung.

Tiga mantan pejabat Asuransi Jiwasraya yang divonis penjara seumur hidup oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (12/10), segera mengajukan banding. Ketiga orang ini adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, eks Direktur Keuangan Jiwasraya Harry Prasetyo, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan. 

Kuasa Hukum Hary Prasetyo, Ruadianto Manurung tidak menjelaskan alasan keberatan kliennya atas keputusan majelis hakim. "Kami akan mengajukan banding secepatnya," kata Rudianto, Selasa (13/10). 

Seperti diketahui, mantan Tenaga Ahli Kedeputian III bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Ekonomi Strategis di Kantor Staf Presiden (KSP) itu diputus bersalah dan dihukum penjara seumur hidup oleh majelis hakim atau sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

Baca Juga: Tiga Eks Manajemen Jiwasraya Sudah Divonis, Dua Terdakwa Non Manajemen Belum

Selain Harry, Syahmirwan juga akan menempuh banding karena keberatan atas keputusan pengadilan Tipikor. Dia menilai putusan yang dijatuhkan majelis hakim tidak mengadopsi fakta hukum persidangan terkait perhitungan kerugian negara. 

Penasihat hukum Syahmirwan, Suminto Pujiharjo menyebut, Putusan MK Nomor 25/2016 terkait pencabutan frasa dapat dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal (3), menjelaskan, bahwa perhitungan kerugian negara seharusnya bukan berdasarkan potensi tapi bersifat nyata dan pasti. Namun, ketentuan itu tidak masuk dalam pertimbangan majelis hakim.  

"Perihal kerugian negara dari BPK itu potensi atau unrealize loss senilai Rp 16,8 triliun. Artinya, kerugian negara belum bersifat nyata dan masih potensi termasuk dalam pembelian saham baik secara langsung maupun melalui reksadana, jumlahnya masih sama walaupun nilainya turun," ujar Sumontodia. 

Selanjutnya, majelis hakim dinilai tidak mempertimbangkan alasan direksi dan kepala investasi memilih saham-saham second liner ketimbang blue chip. Padahal penentuan itu berdasarkan kondisi keuangan perusahaan yang mencatatkan insolven Rp 6,7 triliun pada 2008. "Untuk mencapai target RKAP, tidak mungkin berinvestasi ke saham-saham blue chip, yang memungkinkan ke saham-saham second liner. Apalagi dalam penyusunan RKAP ini juga telah disetujui pemegang saham dan target juga sudah dipatok," kata Suminto. 

Baca Juga: Tiga Eks Direksi Jiwasraya Divonis Seumur Hidup, Ini Asal Mula Kasusnya




TERBARU

[X]
×