kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,70   -13,79   -1.49%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tiga insentif fiskal pemerintah dinilai belum maksimal


Senin, 07 Oktober 2019 / 14:40 WIB
Tiga insentif fiskal pemerintah dinilai belum maksimal
Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif CITA


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setidaknya ada tiga insentif fiskal dari pemerintah yang bertujuan untuk menggenjot kinerja dunia usaha dan investasi. Di antaranya adalah super deduction tax, tax holiday, dan tax allowance.

Sebelum membahas lebih jauh, berikut adalah penjelasan dari ketiga stimulus fiskal tersebut. Pertama, super deductible tax atau pengurangan pajak di atas 100% merupakan insentif fiskal yang diberikan kepada industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi serta melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) untuk menghasilkan inovasi.

Baca Juga: Peraturan menteri tentang uji tipe kendaraan listrik segera terbit

Kedua, tax holiday, perusahaan akan dibebaskan dari PPh Badan selama 10 tahun paling lama dan minimal 5 tahun sejak dimulainya produksi komersial. Ketentuan lain adalah perusahaan diberikan potongan pajak penghasilan (PPh) dari pajak terutang sebanyak 50% selama 2 tahun.

Ketiga, tax allowance atau insentif PPh yang dengan beberapa catatan di antaranya pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah investasi yang dibebankan selama 6 tahun di mana masing-masing sebesar 5% per tahun. 

Kemudian, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pengenaan PPh 26 atas dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10%.

Selanjutnya, insentif atas kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Terakhir, pengenaan PPh atau dividen sebesar 10% atau tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku.

Baca Juga: Apindo: Pengusaha mau biayai infrastruktur asalkan ada kepastian hukum

Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxasion Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, ketiga insentif tersebut cenderung spesifik dan pemanfaatannya tidak saling terikat. Yustinus menilai ada sejumlah kelemahan dalam insentif tersebut.

Tax holiday misalnya yang memberikan pembebasan PPh kepada industri pionir. Padahal industri yang baru memulai usaha bisanya masih merugi dalam lima tahun pertama. Sehingga pemanfaatan tax holiday paling tidak hanya bisa diterapkan maksimal 5 tahun.

“Tax holliday hanya menguntungkan industri di hulu, sementara yang di tengah dan hilir kurang merasakan,” kata Yustinus kepada Kontan.co.id, Senin (7/10). 

Baca Juga: Skema pembiayaan hak pengelolaan terbatas proyek infrastruktur tunggu restu Jokowi

Sementara itu, untuk super deduction tax harus lebih terukur. Katanya, pemerintah harus jelas dalam mengatur prosedur pengajuan, kriteria dan syarat, serta besaran insentif yang diberikan dalam aturan turunan yang berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tersebut.

Menurut Yustinus untuk menstimulus dunia usaha, insentif fiskal harus bisa berdampak ke seluruh sektor. Misalnya beberapa tahun lalu pemerintah menaikkan tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau menurunkan tarif PPh atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Kata Yustinus, setidaknya sampai dengan akhir tahun ini lewat ketiga insentif tersebut pemerintah perlu mendampinginya dengan percepatan restitusi pajak yang tidak pandang bulu. Meski tetap dengan kriteria yang jelas. Kemudian kepastian hukum serta administrasi pajak harus dibuat lebih ringkas.

Di sisi lain, jika pemerintah tetap ingin memberi insentif yang spesifik, Yustinus mengimbau perlu memetakan sektor apa saja yang akan menjadi motor penggerak perekonomian. Sehingga dari sana pemerintah tahu persis kebutuhan insentif fiskalnya.

“Insentif harus mengarah ke pada cash flow dunia usaha dan berdampak panjang,” ujar dia.

Baca Juga: Ada empat RUU Perpajakan yang menjadi pekerjaan rumah DPR 2019-2024

CITA mencatat industri tekstil kurang diperhatikan oleh pemerintah. Misalnya ketika pelaku usaha ingin mengimpor mesin belum ada pembebasan atau bengurangan bea masuk dan impor. Padahal inilah salah satu kendala di industri tekstil.

Tahun depan, kondisi ekonomi Indonesia diramal masih sukar, lantaran perang dagang Amerika Serikat dan China yang belum menemukan ujung, hingga pelemahan harga komoditas. Di mana sentimen itu dapat memengaruhi kinerja korporasi. 

Oleh karenanya, Yustinus menilai Kementerian Keuangan (Kemkeu) perlu membuat roadmap jangka menengah dalam lima tahun ke depan insentif fiskal apa yang bisa menjadi jurus menghadang segala sentimen. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×