Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxasion Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, ketiga insentif tersebut cenderung spesifik dan pemanfaatannya tidak saling terikat. Yustinus menilai ada sejumlah kelemahan dalam insentif tersebut.
Tax holiday misalnya yang memberikan pembebasan PPh kepada industri pionir. Padahal industri yang baru memulai usaha bisanya masih merugi dalam lima tahun pertama. Sehingga pemanfaatan tax holiday paling tidak hanya bisa diterapkan maksimal 5 tahun.
“Tax holliday hanya menguntungkan industri di hulu, sementara yang di tengah dan hilir kurang merasakan,” kata Yustinus kepada Kontan.co.id, Senin (7/10).
Baca Juga: Skema pembiayaan hak pengelolaan terbatas proyek infrastruktur tunggu restu Jokowi
Sementara itu, untuk super deduction tax harus lebih terukur. Katanya, pemerintah harus jelas dalam mengatur prosedur pengajuan, kriteria dan syarat, serta besaran insentif yang diberikan dalam aturan turunan yang berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tersebut.
Menurut Yustinus untuk menstimulus dunia usaha, insentif fiskal harus bisa berdampak ke seluruh sektor. Misalnya beberapa tahun lalu pemerintah menaikkan tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau menurunkan tarif PPh atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Kata Yustinus, setidaknya sampai dengan akhir tahun ini lewat ketiga insentif tersebut pemerintah perlu mendampinginya dengan percepatan restitusi pajak yang tidak pandang bulu. Meski tetap dengan kriteria yang jelas. Kemudian kepastian hukum serta administrasi pajak harus dibuat lebih ringkas.