Reporter: Martina Prianti |
JAKARTA. Rapat Panitia Hak Angket Bahan Bakar Minyak (BBM) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menghadirkan Sri Mulyani Indrawati sebagai sanksi mengungkapkan data baru soal tunggakan pembayaran pajak penghasilan (PPh) oleh Kontrak Karya Kerja Sama (KKKS).
Sri Mulyani Indrawati di dalam rapat mengungkapkan, Departemen Keuangan mencatat ada lima kontraktor asing sektor minyak dan gas yang menunggak PPh termasuk sanksi bunga sebesar US$113,1 juta.
Berdasarkan Data Departemen Keuangan yang dibagikan dalam rapat menyebutkan, jumlah tersebut berasal dari jumlah pokok pajak utang PPh US$ 85,44 juta dan sanksi bunga US$ 27,66 juta.
Adapun lima perusahaan yang dimaksud pertama ExxonMobil Oil Indonesia Inc. Kedua, JOB Pertamina-Golden Spike Raja Blok. Ketiga, Kangean Energy Indonesia Ltd. Keempat, Santos UK (Kakap 2) Ltd , dan JOB Kodeco Energy Co.,Ltd.
Secara detil, data Departemen Keuangan yang merujuk pada laporan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) 2008-2009 itu menunjukkan tunggakan PPh ExxonMobil Oil Indonesia Inc., mencapai US$ 22,82 juta.
Tunggakan JOB Pertamina-Golden Spike Raja Blok mencapai US$ 10,62 juta dengan pokok pajak US$ 8,01 dan sanksi US$ 2,6 juta.
Selanjutnya, Kangean Energy Indonesia Ltd., menunggak US$ 45,06 juta dengan pokok utang pajak US$ 30,44 juta dan sanksi US$ 14,61 juta. Santos UK (Kakap 2) Ltd., menunggak US$ 2,4 juta.
Sedangkan JOB Kodeco Energy Co., Ltd., menunggak US$ 32,2 juta dengan pokok pajak US$ 21,77 juta dan sanksi US$ 10,45 juta.
Menteri Keuangan sendiri dalam rapat Pansus tidak membeberkan detail rincian data tunggakan dengan alasan rahasia. "Atas permintaan Direktur Jenderal Pajak, nanti akan dibacakan dalam kesempatan tertutup," ujar Sri Mulyani, Kamis (19/2).
Sementara itu Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution, saat dikonfirmasi usia rapat mengaku baru mengetahui data tunggakan PPh. "Saya tidak tahu data itu, lebih baik tanya Dirjen Anggaran karena data itu dari Dirjen Anggaran," ujarnya.
Darmin menjelaskan, Ditjen Pajak hanya menerima data penerima pajak secara keseluruhan alias secara umum saja. Nah khusus penerimaan PPh Migas, diolah oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Anggaran. Mereka itulah yang akan menghitung asumsi penerimaan, berapa kewajiban PPh yang harus disetorkan, dan penerimaan negara atas jenis pajak tersebut. Selain itu, Ditjen Anggaran pula yang menetapkan berapa besar kewajiban KKKS dalam hal Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan pajak daerah. "Kita hanya terima data dari sana, tidak mengurusi, dan tidak ada penagihan khusus pajak ke Kontrak Produk Sharing (KKKS)," papar Darmin.
Menurut Darmin, karena data nama KKKS menunggak pajak terkuak, maka Ditjen Pajak saya hanya mengingatkan saja untuk menindaklanjuti lagi.
Sayang Dirjen Anggaran Ani Ratnawati langsung lari ketika dimintai keterangan. Sementara itu Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Anggito Abimanyu mengaku enggan berkomentar mengenai tunggakan pembayaran PPh tersebut.
Sementara itu data Departemen Keuangan menyebutkan penerimaan negara dari PPh tahun 2008 (tahun pajaknya mulai 1 Januari 2007 hingga akhir Desember 2007) mencapai US$ 7,92 miliar dengan kurang bayar US$ 261,49 ribu. Jumlah tersebut jauh lebih besar dibanding penerimaan di tahun 2007 yakni US$ 3,54 miliar dengan kurang bayar US$ 42,22 ribu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News