Sumber: Antara | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
"Keangkeran" Nusakambangan
Kepala KPP Pratama Cilacap Sri Sutitiningsih mengakui "keangkeran" nama Nusakambangan telah membuat sejumlah penunggak pajak "bertekuk lutut" melunasi utang pajaknya ketika mereka tahu akan disandera di pulau itu.
"Nilainya mencapai miliaran rupiah. Namun ketika tahu akan disandera di Nusakambangan, mereka segera melunasi," katanya.
Bahkan, pengusaha berinisial BH akhirnya mau melunasi utang pajaknya setelah "mencicipi" dinginnya ruang "gijzeling" di Lapas Batu, Pulau Nusakambangan.
Sementara itu, Kepala Lapas Batu Abdul Aris mengatakan sejumlah lapas di Pulau Nusakambangan siap untuk dijadikan sebagai tempat penyanderaan (gijzeling) bagi penunggak pajak.
"Selain Lapas Batu, ada beberapa lapas lain yang bisa untuk gijzeling karena ada ruang isolasinya, antara lain Lapas Besi dan Lapas Pasir Putih," kata dia yang juga Koordinator Lapas Se-Nusakambangan dan Cilacap.
Ia mengakui Nusakambangan mulai dilirik sebagai tempat penyanderaan bagi penunggak pajak yang tidak mau membayar utang pajaknya.
Menurut dia, penyanderaan di Lapas Batu berdampak positif terhadap pendapatan Direktorat Jenderal Pajak.
"Walaupun penunggak pajak belum bayar, orang-orang yang di luar berbondong-bondong membayar pajak karena takut dibawa ke Nusakambangan. Tugas kami hanya membantu negara," katanya.
Ia mengakui jika pengusaha asal Bima, R yang disandera di Lapas Batu sejak tanggal 21 Maret 2017 akhirnya bersedia mengikuti program Amnesti Pajak sehingga bebas pada tanggal 1 April.
Menurut dia, R telah berkoordinasi dengan Ditjen Pajak dan menghubungi keluarganya agar menyelesaikan utang pajaknya yang sebesar Rp 4,7 miliar.
Oleh karena mengikuti program Amnesti Pajak, R cukup membayar pokok tagihan dan biaya penagihan sebesar Rp 3,1 miliar.
Aris menduga BH dan R bersedia melunasi utang pajaknya karena suasana di Lapas Batu, Nusakambangan, berbeda dengan lapas-lapas di luas pulau itu.
"Mungkin kalau di luaran sana, mereka masih bisa ditengok keluarganya setiap hari tetapi di Nusakambangan tidak bisa," katanya.
Terkait perlakuan terhadap para tersandera, dia mengatakan hal itu sama seperti yang diberikan kepada warga binaan pemasyarakatan.
Akan tetapi dalam pergaulan di dalam lapas, kata dia, para tersandera atau penunggak pajak dipisahkan dengan warga binaan pemasyarakatan.
Selain itu, lanjut dia, setiap ruang isolasi yang digunakan untuk penyanderaan hanya diisi satu penunggak pajak meskipun sebenarnya bisa digunakan untuk tiga orang.
"Mereka tidak dicampur dengan warga binaan," katanya sembari menyebutkan jika di Lapas Batu terdapat 19 ruang isolasi dan beberapa di antaranya masih kosong sehingga siap menampung penunggak pajak yang akan di-"gijzeling" (Sumarwoto)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News