Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah menaikkan target penerimaan pajak penghasilan (PPh) minyak dan gas (migas) dan PPh nonmigas pada tahun ini. Revisi penerimaan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2023 yang merevisi Perpres Nomor 130 Tahun 2022 tentang perincian APBN 2023.
Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menilai, keputusan pemerintah mengerek target penerimaan PPh migas menjadi Rp 71,65 triliun atau naik 16,62% dari Rp 61,44 triliun, berkaitan dengan spekulasi harga komoditas global pada kuartal IV yang diprediksi banyak pihak akan naik.
Perkiraan tersebut sejalan dengan meningkatnya kebutuhan energi menjelang akhir tahun karena musim dingin, serta dampak dari gejolak geopolitik. Terutama konflik yang terjadi antara Palestina-Israel serta belum redanya konflik antara Ukraina-Rusia. Sehingga timbul kekhawatiran menipisnya pasokan komoditas.
“Target PPh migas meningkat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan energi menjelang akhir tahun/musim dingin, serta dampak dari gejolak geopolitik,” tutur Wahyu kepada Kontan.co.id, Selasa (14/11).
Baca Juga: Target Penerimaan PPh Migas dan Nonmigas Meningkat Imbas Depresiasi Rupiah
Disisi lain, target penerimaan dari PPh nonmigas juga meningkat 11,94% menjadi Rp 977,89 triliun dari sebelumnya Rp 879,62 triliun. Wahyu memperkirakan, meningkatnya target penerimaan ini disebabkan ekspektasi terhadap perkembangan dunia usaha yang baik di kuartal IV 2023.
Sementara itu, target penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) justru menurun 1,60% menjadi Rp 731,04 triliun dari Rp 742,95 triliun. Penurunan tersebut kata Wahyu, menandakan kemungkinan akan ada pelemahan daya beli masyarakat.
“Jadi, secara umum ada beberapa faktor yang mempengaruhi kegiatan ekonomi dan penerimaan pajak. Selain kondisi geopolitik, tekanan di sisi konsumsi masyarakat juga kegiatan dunia usaha yang membaik. Hal itu terlihat dari outlook penerimaan PPh Pasal 25/29 badan dan PPh Pasal 26 yang lebih tinggi dari target awal,” kata Wahyu.
Kemudian, penerimaan pajak lainnya seperti Pajak Bumi dan Bangunann (PBB) targetnya juga turun 14,38% menjadi 26,8 triliun dari sebelumnya Rp 31,3 triliun. Wahyu berasumsi penurunan target PBB ini kemungkinan karena adanya pergeseran pembayaran PBB.
“Meski secara tingkat pertumbuhan koreksinya besar, namun jika melihat kontribusinya terbilang rendah. Walaupun terjadi kontraksi, mungkin karena faktor administratif saja,” imbuhnya.
Baca Juga: Pemerintah Bidik Setoran Pajak Penghasilan Rp 1.049 Triliun, Naik 12,2%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News