Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah menaikkan target penerimaan pajak penghasilan (PPh) minyak dan gas (migas) dan PPh nonmigas pada tahun ini. Revisi penerimaan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2023 yang merevisi Perpres Nomor 130 Tahun 2022 tentang perincian APBN 2023.
Analisi Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita menilai, meningkatnya target penerimaan dari PPh migas dan PPh nonmigas lantaran naiknya harga komoditas global dan juga depresiasi rupiah.
“Revisi naik atas pendapatan negara dari PPh migas dan nonmigas disebabkan naiknya harga komoditas global dan depresiasi rupiah di sisi lain,” tutur Ronny kepada Kontan.co.id, Selasa (14/11).
Adapun target penerimaan PPh migas meningkat 16,62% menjadi Rp 71,65 triliun dari sebelumnya Rp 61,44 triliun. Sedangkan target penerimaan PPh nonmigas meningkat 11,94% menjadi Rp 977,89 triliun dari sebelumnya Rp 879,62 triliun.
Baca Juga: Kemenkeu Optimis Penerimaan Pajak Tahun 2024 Mencapai Target Rp1.988 T
Ronny menjelaskan, kenaikan harga komoditas memang menjadi salah satu sumber pendapatan tambahan bagi pemerintah, meskipun volume ekspor impor komoditasnya konstan atau tidak ada perubahan. Demikian dengan dengan depresiasi rupiah.
Kedua faktor tersebut lanjutnya, sama-sama membuat perhitungan pengenaan pajak meningkat, seiring harga-harga yang naik.
Ia menambahkan, faktor nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang melemah juga membuat pengenaan pajak menjadi naik. Hal ini karena setiap dollar yang dikeluarkan, sekalipun nominal dolarnya sama, akan menghasilkan rupiah yang lebih banyak alias mengalami depresiasi rupiah.
“Karena itu harganya di dalam rupiah akan ikut naik, yang menyebabkan pengenaan pajaknya juga ikut naik, meskipun persentasenya tidak berubah,” jelasnya.
Baca Juga: Intip Postur APBN 2023 Terbaru, Penerimaan dan Pembiyaan Direvisi
Sementara itu, penerimaan pajak lainnya justru ditargetkan menurun. Seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) targetnya turun 14,38% menjadi Rp 26,8 triliun dari sebelumnya Rp 31,3 triliun.
Kemudian, target penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) juga menurun 1,60% menjadi Rp731,04 triliun dari 742,95 triliun.
Ronny menganalisa, penurunan penerimaan dari PBB serta PPN dan PPnBM menandakan aktivitas ekonomi di dalam negeri menurun. Menurutnya, penurunan penerimaan dari PBB kemungkinan besar karena adanya insentif PBB untuk meringankan beban pendapatan masyarakat.
“Sementara penurunan PPN dan PPnBM besar kemungkinan karena pelemahan aktivitas ekonomi domestik. Ekspor dan impor melemah, dan investasi hanya tumbuh lebih kurang sama dengan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News