Reporter: Rashif Usman | Editor: Khomarul Hidayat
Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai, pemerintahan saat ini memberi tantangan baru bagi pemerintahan mendatang dengan memasang target defisit APBN 2025 mendekati 3%.
"Saya rasa tidak hanya berasal dari nilai tukar rupiah yang mempengaruhi pembiayaan utang, namun juga besarnya belanja APBN untuk mengakomodir program tahun depan. Ini terlihat jelas dari keseimbangan primer yang defisit," kata Nailul kepada Kontan, Kamis (13/6).
Sementara pada tahun-tahun sebelumnya keseimbangan primer ditargetkan positif.
Ia berpendapat, tantangan pengelolaan APBN ke depan sangat berat dengan beban program terlampau besar, disisi lain kemampuan pajak tidak optimal.
Program-program ambisius, lanjut Nailul, seperti Ibu Kota Nusantara (IKN), proyek strategis nasional hingga makan bergizi gratis harus dipikirkan ulang.
"Saya rasa Sri Mulyani ingin mengatakan hal tersebut dalam penyusunan KEM-PPKF 2025 agar berhati-hati dalam pengelolaan utang negara," ujarnya.
Baca Juga: Was-was APBN Jebol! Sri Mulyani Beri Pesan ini Ke Prabowo-Gibran
Dirinya pun sependapat soal angka defisit dari Bappenas yang mematok defisit APBN 1,5%-1,8% dari PDB. "itu angka ideal dalam pengelolaan APBN," ucapnya.
Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto melihat, pemerintah ke depan masih memiliki ruang fiskal yang cukup untuk menjalankan sejumlah program populis dari janji kampanye saat pemilu. Namun, progam-program tersebut mesti dijalankan secara bertahap.
Sebagai contoh, jika program populis dilakukan di wilayah kabupaten/kota dengan pendapatan per kapita terendah di tiap provinsi, "Maka masih akan ada ruang fiskal bagi pemerintah mendatang untuk menjalankan program ini dengan kondisi posisi defisit fiskalnya tidak lebih dari 3% terhadap PDB," kata Myrdal kepada Kontan, Kamis (13/6).