kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.482.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.490   -65,00   -0,42%
  • IDX 7.496   -47,74   -0,63%
  • KOMPAS100 1.161   -10,37   -0,89%
  • LQ45 930   -7,66   -0,82%
  • ISSI 225   -1,75   -0,77%
  • IDX30 479   -4,07   -0,84%
  • IDXHIDIV20 576   -4,59   -0,79%
  • IDX80 132   -1,10   -0,82%
  • IDXV30 142   -0,97   -0,68%
  • IDXQ30 160   -1,14   -0,70%

Tak Cukup Insentif Fiskal, Pemerintah Harus Revisi Batas Bawah Pajak Hiburan Malam


Selasa, 16 Januari 2024 / 19:45 WIB
Tak Cukup Insentif Fiskal, Pemerintah Harus Revisi Batas Bawah Pajak Hiburan Malam
ILUSTRASI. Petugas dan karyawan melakukan simulasi protokol kesehatan Covid-19 di salah satu tempat hiburan malam di Jalan Braga, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (3/7/2020). Tak Cukup Insentif Fiskal, Pemerintah Harus Revisi Batas Bawah Pajak Hiburan Malam.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTAPengamat menilai pemberian insentif fiskal bagi pengusaha yang terdampak tarif pajak hiburan khusus tertentu dengan tarif rendah 40% dan maksimal 75% bukanlah merupakan hal yang solutif.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa pemerintah perlu merevisi kembali tarif batas bawah pajak hiburan tertentu lantaran dikhawatirkan pemberian insentif bersifa parsial dan selektif.

"Dalam pemberian insentif fiskal seringkali terjadi adverse selection atau kondisi pelaku usaha yang harus mendapat insentif dikecualikan," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Selasa (16/1).

Menurutnya, dengan merevisi batas bahwa tarif tersebut akan berlaku universal dan menimbulkan keadilan bagi seluruh pelaku jasa hiburan.

Baca Juga: Keberatan Tarif Pajak Hiburan 40%-75%, Pengusaha Bisa Ajukan Diskon Pajak

"Saya kira tidak ada pemerintah daerah (pemda) yang mau memajaki sampai 40% karena itu kan artinya hampir setengah pendapatan lari ke kas pemda, pastinya pemda berhitung juga dampak pengangguran dan tutupnya sebagian tempat usaha hiburan," katanya.

Senada, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai bahwa pemberian insentif fiskal tersebut tidak akan mengembalikan beban pajak para pelaku usaha terdampak seperti sedia kala. Oleh karena itu, pemberian insentif fiskal bukan merupakan hal yang solutif.

"Apakah pembebasan pajak rokok dapat mengembalikan beban pajak para pelaku usaha terdampak seperti sedia kala? Saya kira tidak," kata Fajry.

Berdasarkan Undang-Undang  Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).  Merujuk Pasal 58 ayat 2, khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

Baca Juga: Soal Kebijakan Tarif Pajak Hiburan Baru, Begini Tanggapan Hotel Sahid Jaya (SHID)

Sejalan dengan amanat UU HKPD tersebut, pemerintah daerah juga telah menetapkan peraturan daerah (perda) untuk menjalankan pengenaan tarif pajak hiburan khusus jasa tertentu tersebut. Sayangnya, banyak pengusaha yang protes dan keberatan dengan tarif tersebut sehingga dianggap bisa mematikan dunia usaha hiburan.

Direktur Pajak Daerah dan Restribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, Lydia Kurniawati Christyana mengatakan bahwa pengusaha dapat mengajukan insentif fiskal apabila merasa keberatan dengan tarif tersebut.

Adapun insentif fiskal yang dimaksud adalah berupa pengurangan, keringanan, pembebasan, penghapusan atau penundaan pembayaran atas pokok pajak. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 99 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023.

Baca Juga: Pajak Hiburan Naik, Ini Kata Dyandra Media International (DYAN)

"Jadi kalau saat ini memang belum mampu dengan tarif 40%, silahkan berdasarkan assestment daerahnya melakukan pengurangan pokok pajaknya, memberikan pembebesan ataupun penghapusan dari pokok pajak," ujar Lydia dalam Media Briefing, Selasa (16/1).

Insentif fiskal tersebut dapat diberikan atas permohonan pelaku usaha atau wajib pajak atau diberikan secara jabatan oleh Kepala Daerah berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, kemampuan membayar wajib pajak dan/atau wajib restribusi.

Dalam hal ini, jika pengusaha selaku wajib pajak belum mampu secara usaha ditetapkan dengan tarif 40%, maka Kepala Daerah bisa memberikan insentif fiskal tersebut.

Kedua, kondisi tertentu objek pajak, seperti objek pajak yang terkena bencana alam, kebakaran, dan/atau penyebab lainnya yang terjadi bukan karena adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh wajib pajak dan/atau pihak lain yang bertujuan untuk menghindari pembayaran pajak.

Baca Juga: Hotel Sahid Jaya (SHID) Sebut Tarif Pajak Hiburan Baru Membebani Pelaku Usaha

Ketiga, untuk mendukung dan melindungi pelaku usaha mikro dan ultra mikro. Artinya, jika usaha hiburan tertentu yang terkena tarif batas bawah 40% memiliki izin usaha yang dikategorikan mikro dan ultra mikro, maka Kepala Daerah bisa memberikan insentif fiskal dimaksud.

Keempat, untuk mendukung kebijakan pemerintah daerah (pemda) dalam mencapai program prioritas daerah dan/atau untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam mencapai program prioritas nasional.

Nah, pemberian insentif fiskal ini merupakan kewenangan Kepala Daerah sesuai dengan kebijakan daerah dalam pengelolaan keuangan daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES)

[X]
×