Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sejumlah insentif fiskal dan bantuan sosial (bansos) tambahan disiapkan pemerintah untuk menghadapi ketidakpastian perekonomian 2024. Harapannya bantuan tersebut bisa memicu konsumsi dalam negeri yang masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa baseline pertumbuhan ekonomi di keseluruhan tahun 2024 dirancang pemerintah sebesar 5,2% year on year (YoY). Namun dengan adanya dampak ketidakpastian global kinerja ekonomi Indonesia keseluruhan tahun bisa melemah jadi 4,08% YoY.
Namun, meluncurnya kebijakan pemberian insentif diyakininya akan menambah nilai ekonomi 0,16% YoY. Sehingga untuk keseluruhan tahun 2024 pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh sebesar 5,24% YoY.
“Kemudian untuk tahun 2024, dengan adanya policy ini, baik PPN DTP yang diberikan sampai akhir tahun, kita berharap akan bisa menambah dukungan terhadap ekonomi full year tahun depan kita harap bisa terjaga di atas 5 yaitu 5,24%,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (7/11).
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi RI Melemah di Kuartal III, Stimulus Fiskal & Moneter Diperlukan
Untuk diketahui, PPN DTP yang akan ditanggung 100% berlaku pada Januari hingga Juni 2024, kemudian insentif akan ditanggung 50% pada Juli hingga Desember 2024. Adapun, untuk insentif ini pemerintah menyiapkan anggaran Rp 2,96 triliun.
Sementara itu, untuk insentif biaya administrasi bagi rumah MBR Rp 4 juta, insentif ini diberikan mulai dari Januari hingga Desember 2024, dengan anggaran yang disiapkan Rp 900 miliar.
Adapun pemerintah juga berencana menggelontorkan bantuan lainnya yakni, memperpanjang bantuan pangan untuk keluarga rawan stunting (KRS) yang akan diberikan pada Januari hingga Juni 2024. Bantuan ini diberikan berupa daging ayam dan telur ayam untuk 1,4 juta penerima manfaat di 7 provinsi.
Khusus untuk bantuan pangan ini, pemerintah menyiapkan anggaran Rp 892 miliar atau Rp 446,242 miliar per kuartalnya.
Kemudian, pemerintah juga memperpanjang bantuan beras sebesar 10 kilogram per keluarga penerima manfaat (KPM) dari Januari hingga Juni 2024. Bantuan pangan ini akan diberikan kepada 22.004.077 penerima manfaat.
Selain itu, pemerintah akan menanggung bea masuk impor beras. Tarif bea masuk beras impor yang ditanggung ialah Rp 450 per kilogram.
Baca Juga: Ini Penyebab Lebih dari 300 Kargo LNG Akan Tidak Terkontrak di 2030
Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) tersebut nantinya akan diberikan oleh Kementerian Keuangan, dan hanya berlaku bagi penugasan impor sebesar 1,5 juta ton.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Wahyu Utomo menyampaikan, selain kebijakan pemberian PPN DTP untuk perumahaan dan insentif biaya administrasi bagi rumah MBR Rp 4 juta, pemerintah belum menghitung dampak kebijakan tambahan lainnya terhadap pertumbuhan ekonomi tahun depan.
“(Tambahan bantuan lainnya) itu belum diperhitungkan, sambil kita lihat dinamika terkini,” tutur Wahyu kepada Kontan.co.id, Selasa (7/11).
Wahyu juga memastikan tambahan insentif serta bansos tambahan yang digelontorkan pemerintah kepada masyarakat tahun depan tidak akan membebani APBN 2024. Dia memprediksi kinerja perekonomian masih positif dan juga resiko guncangan domestik maupun global masih terkendali.
Hanya saja, Analisi Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita menilai, seluruh insentif dan bansos tambahan yang akan digelontorkan pemerintah tahun depan belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi RI mencapai 5,24%.
Baca Juga: Sri Mulyani Guyur Insentif Pengendalian Inflasi Periode III Rp 340 T ke 34 Pemda
Alasannya, karena insentif yang diberikan ini sifatnya hanya untuk menahan agar tidak terjadi kontraksi lebih lanjut.
“Artinya insentif ini dikeluarkan dengan tujuan agar kontribusi sektor properti kepada pertumbuhan ekonomi tidak terus menurun, bukan agar kontribusi sektor properti naik melebihi kontribusi sebelumnya,” tutur Ronny.
Begitupun dengan bansos beras 10 kg. menurutnya kebijakan berkaitan erat dengan tidak berkembangnya antara supply dan demand beras sejak pertengahan tahun ini akibat El Nino. Harga beras yang berfluktuasi cukup tinggi membuat daya beli masyarakat ikut tertekan.
“Nah, lagi-lagi logikanya untuk menahan penurunan konsumsi, bukan untuk meningkatkan konsumsi dibanding tingkat konsumsi sebelumnya,” terangnya.
Ronny bahkan menilai, pemberian insentif di sektor properti dan juga bansos beras 10 kg akan membebani APBN, baik dari segi pengeluaran maupun pemasukan.
Baca Juga: Kemendagri Ungkap Konsekuensi Pemda Jika APBD Defisit
Dia menambahkan, jika pemerintah ingin pertumbuhan ekonomi tahun depan mencapai 5,24%, maka, maka pertumbuhan kontribusi konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah harus lebih baik dibanding kuartal II dan III tahun ini.
“Pertumbuhan konsumsi harus kembali ke level semua 5% - 6% dan pertumbuhan investasi 7%- 8%, plus belanja pemerintah konstan alias tetap besar seperti hari ini,” tambahnya.
Lebih lanjut, Dia memprediksi tanpa adanya upaya tersebut pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2024 hanya akan mampu tumbuh di kisaran 4,9% hingga 5,1%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News