Reporter: Noverius Laoli | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Penolakan tim kurator PT Golden Spike Energi Indonesia (GSEI) dalam pailit, terhadap tagihan yang diajukan Pertamina Hulu Energi (PHE) Raja Tempirai dan PT Zhongyuan Southeast Asia diperkuat dengan putusan majelis hakim Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat. Dalam putusan yang dibacakan pada Jumat (12/12) yang lalu, pengadilan menolak gugatan renvoi (merubah) prosedur yang diajukan dua kreditur GSEI tersebut.
Ketua Majelis Hakim Bambang Kustopo mengatakan permohonan koreksi tagihan yang diajukan PHE Raja Tempirai tidak dapat diterima lantaran majelis hakim tidak menemukan hubungan langsung antara PHE dengan GSEI. Menurut Bambang, PHE dan GSEI tergabung dalam perusahaan patungan atau Joint Operation Body (JOB), dan keduanya tidak memiliki hubungan hukum secara langsung.
"Menolak permohonan pemohon," ujar Bambang dalam amar putusannya. Menurut majelis hakim, keputusan kurator menolak permohonan renvoi PHE sudah tepat karena diantara kedua pihak belum terjadi tagihan. Sebelumnya PHE mengajukan tagihan sebesar US$ 6 juta kepada GSEI.
Kuasa hukum PHE Patuan Sinaga mengatakan sebenarnya pengajuan tagihan PHE ke GSEI didasarkan atas penetapan hakim pengawas waktu PKPU GSEI. Dalam kerjasama antara PHE dan GSEI membentuk JOB, PHE telah membayar kewajibannya, sementara GSEI tidak. Maka seharusnya JOB yang memiliki tagihan ke GSEI, tapi hakim pengawas malah menetapkan PHE yang memiliki tagihan kepada GSEI.
"Sebenarnya kami ingin mengubah fakta itu, bahwa PHE tidak memiliki tagihan langsung kepada GSEI, tapi fakta itu justruk ditolak majelis hakim dan mempertahankan isi penetapan hakim pengawas," ujarnya. Patuan menilai putusan majelis hakim yang menolak permohonan renvoi tersebut tidak begitu esensial.
Dalam persidangan terpisah, majelis hakim juga menolak gugatan permohonan koreksi yang diajukan kreditur lain dari GSEI yakni PT Zhongyuan Southeast Asia. Menurut majelis hakim yang diketuai Bambang Kustopo, tagihan yang diajukan Zhongyuan kepada GSEI haruslah ditolak.
Musababnya, Zhongyuan hanya memiliki hubungan hukum dengan JOB, perusahaan patungan GSEI dan PHE dan bukan dengan GSEI secara langsung. Maka tagihan yang diajukan Zhongyuan tidak dapat dibebankan kepada GSEI secara langsung.
Kuasa hukum Zhongyuan Harry F.M Sitorus menyesalkan keputusan majelis hakim tersebut. Ia mengatakan, pihaknya sebelumnya mengklaim dua tagihan. Pertama tagihan berdasarkan putusan PN Jakarta Selatan dimana JOB diwajibakan membayar sebesar US$ 1,9 juta kepada Zhongyuan. Dan klaim yang tertera dalam perjanjian kontrak dimana JOB harus membayar ganti rugi sebesar US$ 3 juta.
Kerugian itu muncul karena adanya penahanan rig pengeboran oleh JOB sehingga Zhongyuan tidak dapat melakukan kegiatan operasionalnya. Dan sejumlah kontrak kerjasama Zhongyuan dengna pihak lain terpaksa dibatalkan yang menimbulkan kerugian karena Zhongyuan harus memberikan kompensasi kepada mereka.
"Kami perlu konsultasi dulu apakah perlu ajukan upaya hukum atau tidak," terang Harry.
Kurator GSEI Ediono Girsang mengatakan putusan majelis hakim telah sesuai dengan pertimbangan kurator waktu menolak tagihan yang diajukan PHE dan Zhongyuan. Dengan penolakan gugatan renvoi prosedur tersebut, maka tugas kurator semakin lancara dalam membereskan aset GSEI.
"Putusan kurator dibenarkan majelis hakim. Artinya pemahaman majelis sama dengan tim kurator," terang Edino.
Ia juga menjelaskan bahwa sampai saat ini, pihaknya belum menerima salinan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) atau pemberitahuan resmi dari pengadilan bahwa MA telah mencabut status pailit GSEI. Karena itu, pihak kurator terus bekerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News