Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Neraca perdagangan pada Februari 2023 diperkirakan akan kembali mencetak surplus. Akan tetapi surplus ini akan lebih rendah dari bulan sebelumnya.
Chief Economist Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo menyampaikan, neraca perdagangan pada Februari 2024 diperkirakan akan mencatat surplus sebesar US$ 1,94 miliar, sedikit lebih rendah dari surplus Januari 2024 yang sebesar US$ 2,02 miliar.
Proyeksi penurunan surplus tersebut ungkapnya, terutama didorong oleh adanya sedikit penurunan pada kinerja ekspor sekitar 5% hingga 6%, dibandingkan bulan sebelumnya. Sehingga kinerja ekspor pada Februari diperkirakan sebesar US$ 21,65 miliar.
Baca Juga: Surplus Neraca Perdagangan Diperkirakan Meningkat Pada Februari 2024
Ia menyebut, menurunnya kinerja ekspor disebabkan beberapa faktor, di antaranya jumlah hari kerja yang lebih terbatas selama Februari dengan jumlah hari yang paling sedikit selama setahun dan beberapa libur Panjang seperti libur panjang imlek dan pemilu. Sehingga hari kerja efektif untuk pelayanan ekspor juga lebih terbatas.
“Meskipun demikian, kami melihat perkembangan data permintaan ekspor Indonesia masih cukup tinggi bahkan sedikit menguat,” tutur Banjaran kepada Kontan, Kamis (14/3).
Banjaran menyebut, permintaan ekspor masih cukup kuat salah satunya karena PMI Manufaktur Amerika Serikat (AS) yang tercatat meningkat dari 50,7 menjadi 52,2 pada Februari 2024.
Hal ini mengindikasikan aktivitas bisnis di Negeri Paman Sam tersebut semakin meningkat dengan pertumbuhan konsumsi yang lebih cepat dibandingkan perkiraan sebelumnya. Di sisi lain, permintaan dari mitra dagang utama Indonesia yaitu Tiongkok juga relatif stabil dengan PMI Manufaktur Tiongkok stabil di 50,8 hingga 50,9 selama 3 bulan terakhir.
Dari sisi impor, Ia memperkirakan akan sedikit menurun sekitar 3% hingga 4% atau menjadi US$ 19,7 miliar. Ini karena adanya penurunan impor migas dan nonmigas.
Penurunan impor nonmigas, salah satunya disebabkan adanya penurunan tipis PMI Manufaktur dari 52,9 pada Januari 2024 turun ke level 52,7 pada Februari 2024. Lalu indeks keyakinan konsumen juga turun dari 125,0 ke 123,1 pada Februari 2024.
“Tren ini disinyalir didorong dari sikap wait and see pelaku usaha di tengah periode pemilu dan persiapan transisi pemerintahan. Namun demikian, impor tetap tumbuh positif dengan produsen yang mempersiapkan bahan baku menjelang lonjakan permintaan Ramadan dan Idul Fitri,” ungkapnya.
Dalam kesempatan berbeda, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengungkapkan, surplus neraca perdagangan pada Februari 2024 kemungkinan mencapai US$ 2,005 miliar.
Baca Juga: Cadangan Devisa RI Februari 2024 Turun tapi Dianggap Masih Aman
Namun David mencatat nilai ekspor akan menurun, yakni terkoreksi 7,53% YoY atau secara tahunan, dan terkoreksi 3,67% MoM atau secara bulanan.
“Ekspor turun karena masih dipengaruhi harga komoditas. Harga komoditas ekspor cukup mixed. Seperti batu bara accelerate secara tahunan, gas dan CPO melambat secara tahunan,” ungkapnya.
Sementara itu, kinerja impor pada Februari 2024 dipengaruhi oleh adanya low base effect dari Februari 2023 yang kinerja impornya rendah. “Ditambah ada kemungkinan restocking pertamina menjelang lebaran,” kata David.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News