Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan menyampaikan, pertumbuhan Produk Domestik (PDB) Indonesia jauh lebih besar jika dibandingkan dengan utang pemerintah selama periode 2018 hingga 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan, selama periode tersebut pertumbuhan PDB Indonesia sebesar US$ 276,1 miliar, nilai tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan pertumbuhan utangnya yang sebesar US$ 209 miliar.
Kondisi serupa terjadi pada negara Vietnam, yang mana pertumbuhan PDB-nya selama 2018 hingga 2022 sebesar US$ 102 miliar, jauh lebih besar dibandingkan pertumbuhan utangnya yang hanya sebesar US$ 18,2 miliar.
“Indonesia dan Vietnam yang dimana pertumbuhan kenaikan utang pemerintah dibandingkan dengan kenaikan GDP nominal, ini disebabkan karena kita mampu mendorong dan menstimulasi melalui fiskal defisit,” tutur Sri Mulyani dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR RI, Selasa (30/5).
Baca Juga: Sri Mulyani: Kenaikan Gaji PNS Insyaallah Sedang Digodok Bapak Presiden
Dengan pertumbuhan tersebut, artinya setiap US$ 1 utang yang ditarik Indonesia maka menghasilkan kenaikan PDB nominal sebesar US$ 1,34. Sehingga kenaikan GDP nominal kita lebih besar dari kenaikan utang.
“Vietnam juga yang bagus sekali, PDB nominalnya meningkat karena iklim investasi dan kemampuan menarik investasi terutama yang keluar dari RRT,” tambahnya.
Adapun jika dibandingkan dengan negara lain, kenaikan PDB Indonesia dan Vietnam yang lebih besar dari utang, ternyata lebih baik jika dibandingkan negara lain.
Amerika Serikat (AS) misalnya, selama periode 2018 hingga 2022, pertumbuhan utangnya sebesar US$ 8.925,8 miliar, jauh lebih besar jika dibandingkan pertumbuhan PDB-nya yang sebesar US$ 4.931,4 miliar.
Contoh lainnya seperti Tiongkok, pertumbuhan PDB negara tersebut sebesar US$ 4.258,2 miliar, lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan utangnya yang sebesar US$ 6.114,6 miliar.
Baca Juga: Pemerintah Kembali Gelontorkan Insentif Pajak untuk Sektor Ini pada Tahun Depan
Meski begitu, Sri Mulyani mengakui kenaikan PDB tidak seharusnya bergantung atau hanya didukung oleh utang, sebab tidak akan berkelanjutan. Meski begitu, menurutnya posisi utang dan kondisi PDB Indonesia masih relatif baik.
“Ini pelajaran untuk kita semua. Memang kenaikan PDB tidak seharusnya tergantung atau hanya didukung oleh utang karena pasti tidak sustainable,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News