kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45933,98   5,63   0.61%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sri Mulyani mengusulkan tarif bea meterai tunggal sebesar Rp 10.000


Rabu, 03 Juli 2019 / 18:13 WIB
Sri Mulyani mengusulkan tarif bea meterai tunggal sebesar Rp 10.000


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) menyampaikan usulan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai. Usulan tersebut mencakup tarif bea meterai yang baru, batasan pengenaan bea meterai, hingga obyek bea meterai.

Dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI, Rabu (3/7), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan sejumlah usulan. Pertama, meningkatkan dan mengubah tarif bea meterai menjadi hanya satu tarif sebesar Rp 10.000 per lembar.

Tarif tersebut mempertimbangkan kondisi pendapatan per kapita masyarakat Indonesia yang sudah jauh meningkat dibandingkan tahun 2000 lalu saat terakhir kali tarif bea meterai dinaikkan.

“Masih ada potensi penerimaan bea meterai tanpa memberatkan masyarakat dengan menggunakan pendekatan rasio beban bea meterai terhadap pendapatan per kapita,” ujar Menkeu.

Kedua, pemerintah mengusulkan untuk menyederhanakan batasan pengenaan bea meterai. Sebelumnya, dokumen yang menyatakan penerimaan uang dengan nominal di bawah Rp 250.000 tidak dikenakan bea meterai. Dokumen penerimaan uang dengan nominal antara Rp 250.000 sampai Rp 1 juta dikenakan bea meterai Rp 3.000, sedangkan dokumen dengan nominal di atas Rp 1 juta dikenakan bea meterai Rp 6.000.

Usulan pemerintah yang baru, batasan tersebut disederhanakan menjadi hanya satu batasan saja dan nilainya ditingkatkan menjadi Rp 5 juta sebagai batas minimal nominal dokumen. Jadi, dokumen dengan nilai nominal di bawah Rp 5 juta bebas dari bea meterai, sedangkan dokumen dengan nominal di atas Rp 5 juta dikenakan bea meterai tunggal Rp 10.000.

“Jadi, meski tarif diusulkan meningkat, RUU juga menegaskan keberpihakan pemerintah pada UMKM karena batasan nilai nominal dokumen dinaikkan (menjadi Rp 5 juta),” tutur Sri Mulyani.

Ketiga, pemerintah juga mengusulkan agar dokumen yang menjadi obyek bea meterai tidak hanya terbatas pada dokumen kertas. Pasalnya, seiring perkembangan teknologi dan informasi, kebiasaan masyarakat bertransaksi semakin banyak menggunakan jaringan internet dan dokumen digital.

“Banyak dokumen yang diproduksi dalam bentuk digital dan belum dapat saat ini dikenakan bea meterai. Dalam RUU diusulkan perluasan definisi dokumen, menjadi termasuk dokumen digital selain kertas,” lanjutnya.

Ini sejalan dengan UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur transaksi bersifat elektronik, termasuk pengaturan dokumen dan tanda tangan elektronik.

Keempat, pemerintah mengusulkan untuk mempertegas pihak yang terutang bea meterai yang dirinci berdasarkan jenis dokumen. Usulannya, pemungut bea meterai ditetapkan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pelunasan bea meterai.

“Jadi sekarang pihak yang menerbitkan dokumenlah yang harus melunasi bea meterai,” kata Sri Mulyani.

Hal ini bertujuan memberikan kepastian hukum bagi administrasi perpajakan maupun masyarakat atas pemenuhan kewajiban bea meterai untuk setiap jenis dokumen yang menjadi objek bea meterai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×