Reporter: Agus Triyono, Ramadhani Prihatini | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kementerian Agraria dan Tata ruang siap mengejar penyelesaian program sertifikasi lahan dalam reforma agraria tahun ini yang ditargetkan sebanyak lima juta bidang tanah. Langkah ini dilakukan setelah Kementerian Keuangan (Kemkeu) mengalokasikan anggaran tambahan Rp 1,1 triliun untuk menyelesaikan program sertifikasi lahan di tahun ini.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil menjelaskan, anggaran tambahan yang dialokasikan tersebut akan digunakan untuk sertifikasi tiga juta lahan sisa di tahun ini. "Agar bisa jalan, anggarannya ditalangi dulu Kementerian Keuangan dan dimasukkan ke APBNP 2017," ujarnya, pekan lalu.
Tahun ini pemerintah menargetkan bisa menyelesaikan sertifikasi 5 juta bidang lahan dengan kebutuhan anggaran sekitar Rp 2,8 triliun. Anggaran sertifikasi lahan yang telah dialokasikan di APBN 2017 untuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang sebanyak Rp 1,4 triliun, hanya cukup membiayai sertifikasi untuk 2 juta bidang lahan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Pelopor menambahkan, agar target sertifikasi lahan yang ditetapkan tahun ini sebanyak 5 juta bidang bisa rampung, kementeriannya akan menggunakan metode baru. Salah satunya penerapan pendaftaran dengan sistemasi lengkap.
Dengan metode ini, saat Kementerian Agraria masuk ke desa, lahan yang sudah memenuhi persyaratan akan segera diterbitkan sertifikatnya. "Dengan metode baru ini, kami harap bisa membantu percepatan sertifikasi," ujar Pelopor kepada KONTAN, Minggu (18/6).
Meski begitu, Pelopor mengakui masih ada sejumlah masalah di lapangan yang kemungkinan bisa menghambat realisasi sertifikasi lahan. Menurutnya, pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bisa menjadi kendala bagi masyarakat yang tidak mampu.
Untuk itu Kementerian Agraria akan meminta relaksasi BPHTB pada pemerintah daerah. "Supaya biaya terutang yang tidak bisa ditagih bisa dijadikan nol rupiah atau jadi pajak terutang," katanya.
Selain itu ada masalah biaya dasar sertifikasi yang terkait dengan instansi lain yang mungkin bisa menjadi kendala masyarakat. Seperti Pajak Penghasilan (PPh) yang akan ditagih Kementerian Keuangan, bea materai, serta biaya administrasi pada aparat desa. "Kami akan koordinasikan optimal dengan harapan kerjasama dengan instansi lain bisa meringankan masyarakat," imbuhnya.
Menurut Pelopor, Kementerian Agraria bekerjasama dengan Kementerian dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan kementerian lain untuk memastikan batas hutan dan aset sehingga tidak menjadi persoalan di kemudian hari. Tujuannya agar tidak ada warga yang mendaftarkan tanah yang masuk aset BUMN menjadi milik pribadi.
Untuk tahun depan, sertifikasi lahan ditargetkan 7 juta bidang tanah dan naik menjadi 9 juta bidang tanah di 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News