Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan Indonesia telah melewati reformasi perpajakan seiring berbagai perkembangan zaman yang disesuaikan dengan peluang dan tantangan.
“Reformasi merupakan sebuah keniscayaan yang terjadi dari waktu ke waktu ketika suatu negara dihadapkan pada tantangan perubahan zaman, ini disesuaikan dengan kebutuhan peluang dan tantangan yang ada," kata Menkeu saat Rapat Kerja bersama Komisi XI, Senin (13/9).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa secara garis besar, Indonesia telah melakukan reformasi perpajakan dalam empat periode. Pertama reformasi perpajakan dimulai tahun 1983 yakni sistem perpajakan berubah dari official assessment menjadi self assessment.
“Ini memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar dan melaporkan kewajiban perpajakanannya sendiri, sementara otoritas perpajakan mengemban fungsi pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum," ucap Menkeu.
Baca Juga: PPN sembako hanya dikenakan untuk beras dan daging mahal
Kemudian yang kedua, reformasi perpajakan Jilid I pada tahun 2002 – 2008 yang difokuskan pada perbaikan Sumber Daya Manusia (SDM), Organisasi, dan Proses Bisnis, di mana dilakukan modernisasi kantor pajak dengan pembentukan Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar, KPP Madya dan Pratama dengan melakukan segmentasi Wajib Pajak dalam memberikan pelayanan dan pengawasan agar lebih efektif dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan kepercayaan masyarakat.
“Dalam rangka meningkatkan produktivitas aparat pajak, dilakukan penguatan SDM, pengawasan internal dan memperkenalkan kode etik pegawai DJP," kata Menkeu.
Ketiga, yakni reformasi perpajakan jilid II yang berlangsung pada tahun 2009 – 2016 dengan fokus pada kemudahan berusaha (business friendly) sebagai respon atas perlambatan ekonomi dunia pasca global finansial krisis.
Menurutnya pada periode tersebut, pemerintah memberikan berbagai kebijakan insentif/fasilitas dan kemudahan di bidang perpajakan.
“Upaya ini diterbitkan untuk mendukung daya beli masyarakat, yang waktu itu terhantam saat global finansial krisis dan untuk meningkatkan minat investasi dan aktivitas dunia usaha, dan menarik investor dari luar negeri,” ujarnya.
Keempat, reformasi perpajakan tahun 2016 berlanjut hingga saat ini. Dalam reformasi ini mencakup lima pilar penting dalam administrasi perpajakan yaitu penguatan organisasi, peningkatan kualitas SDM, perbaikan proses bisnis, pembaruan sistem informasi dan basis data, dan penyempurnaan regulasi.
Kata Menkeu, reformasi perpajakan dimaksudkan untuk menciptakan administrasi perpajakan yang kuat dan efisien melalui peningkatan kualitas layanan kepada Wajib Pajak, kemudian pengawasan yang efektif dan efisien untuk mencegah aggressive tax planning, yang semakin sopecited dan memberikan kepastian dalam penegakan hukum, dan memperluas basis pajak. “Sehingga diharapkan dapat meningkatkan tax compliance dan tax ratio Indonesia”ujarnya.
Baca Juga: Sri Mulyani: Pengenaan alternative minimum tax hanya untuk wajib pajak badan
Di samping itu, DJP terus tingkatkan Pelayanan di bidang perpajakan terus ditingkatkan melalui program 3C (Click Call Counter) dengan mengubah pelayanan perpajakan secara bertahap bergeser semula dilakukan secara manual dan tatap muka di KPP menjadi layanan secara online dan terpusat. Hal ini untuk mengurangi cost of compliance Wajib Pajak dan menjaga integritas aparat pajak.
Dari sisi pengawasan, terus dilakukan perbaikan melalui reorganisasi DJP dengan pembentukan KPP Madya baru dan pengawasan berbasis kewilayahan di KPP Pratama.
Kendati begitu, perbaikan mendasar pada sistem informasi DJP adalah dilaksanakannya program Pembaruan Sistem Inti Perpajakan (PSIAP/Core Tax System) yang akan mengubah sistem informasi.
“DJP menjadi sistem informasi terintegrasi yang mencakup seluruh proses bisnis perpajakan berdasarkan basis data yang luas dan solid sehingga pelaksanaan fungsi pengumpulan penerimaan pajak menjadi lebih efektif dan efisien," kata Sri Mulyani.
Kemudian dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, kebijakan Tax Holiday yang telah berlaku sejak tahun 2010 diperbarui pada tahun 2018 untuk memperluas cakupan industri prioritas yang dapat memanfaatkan fasilitas tersebut dengan skema periode tax holiday sesuai dengan besar investasi yang ditanamkan, serta penyederhanaan prosedur.
Baca Juga: Sri Mulyani bakal kenakan PPN sekolah dengan SPP tinggi
Melalui perubahan ini jumlah Wajib Pajak yang berkomitmen untuk menanamkan investasi di Indonesia meningkat menjadi 96 Wajib Pajak dari sebelumnya hanya 5 Wajib Pajak dengan nilai rencana investasi sebesar Rp1.278,4 triliun dengan perkiraan serapan tenaga kerja sebanyak 72.452 orang.
Kemudian melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2020 (UU Nomor 2 Tahun 2020), tarif PPh Badan diturunkan menjadi 22% untuk tahun 2020 dan 2021, dan menjadi 20% mulai tahun 2022, serta ditunjuknya pelaku Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) internasional untuk memungut PPN atas produk digital luar negeri.
“Sampai dengan saat ini kerja sama telah dilakukan terhadap 83 PMSE dan penerimaan pajak yang berhasil dikumpulkan mencapai sekitar Rp3,5 triliun. Lebih lanjut, melalui UU Cipta Kerja (UU Nomor 11 Tahun 2020), diberikan berbagai kemudahan berusaha dan fasilitas investasi untuk lebih memacu investasi dan kegiatan usaha di dalam negeri," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News