kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sri Mulyani: Pengenaan alternative minimum tax hanya untuk wajib pajak badan


Senin, 13 September 2021 / 17:45 WIB
Sri Mulyani: Pengenaan alternative minimum tax hanya untuk wajib pajak badan
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berencana memberlakukan alternative minimum tax (AMT) terhadap wajib pajak merugi. Namun, ia menyebut skema tersebut hanya dikenakan kepada wajib pajak (WP) badan tertentu.

Dalam skema AMT, pemerintah akan membanderol pajak penghasilan (PPh) sebesar 1% dari peredaran usaha terhadap wajib pajak yang merugi. Dalam hal ini, Sri Mulyani menyampaikan setidaknya ada tiga kriteria wajib pajak yang dikenakan AMT.

Pertama, diterapkan terbatas hanya pada WP badan yang terbukti terdapat hubungan afiliasi. Kedua, pengenaan AMT berdasarkan omzet tertentu. Ketiga, beroperasi secara komersial dalam jangka waktu tertentu.

“Kita perlu untuk melihat AMT ini ditetapkan terbatas pada WP badan dengan kriteria tertentu. Hal ini tentu akan bisa mengakomodasi concern dari banyak masyarakat ataupun dunia usaha,” kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (13/9).

Baca Juga: Sri Mulyani bakal kenakan PPN sekolah dengan SPP tinggi

Dengan demikian, Sri Mulyani menyebut ketentuan AMT tidak akan dimaksudkan untuk mengenakan pajak kepada wajib pajak yang secara alamiah mengalami kerugian tertentu. Apalagi kepada wajib pajak usaha mikro kecil menengah (UMKM).

“Jadi ini tujuan yang diinginkan dan agar tidak bersifat eksesif, sehingga tidak berarti tidak memalaki walaupun rugi tetap harus bayar pajak,” ujar Sri Mulyani.

Adapun rencana tersebut diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Beleid ini kini tengah dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Panitia Kerja (Panja) RUU KUP Komisi XI DPR RI.

Sebagai informasi, Kemenkeu mencatat pada tahun 2019 wajib pajak badan yang melaporkan rugi menunjukkan tren peningkatan dibandingkan tahun 2012 yakni dari 8% menjadi 11%.

Di samping itu, wajib pajak badan yang melaporkan rugi selama 5 tahun berturut-turut jumlahnya meningkat dari 5.199 WP pada 2012-2016 menjadi 9.494 WP pada 2015-2019. Namun, meski merugi WP tersebut tetap dapat beroperasi atau mengembangkan usaha di Indonesia.

Selanjutnya: Pemerintah bakal mengenakan PPN terhadap jasa operasi plastik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×