Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap sembako, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan. Tujuannya untuk memberikan keadilan perlakuan perpajakan atas kelas ekonomi masyarakat, sekaligus dalam upaya pemerintah menggali pundi-pundi penerimaan negara.
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Beleid ini kini tengah dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Panitia Kerja (Panja) RUU KUP Komisi XI DPR RI.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam RUU KUP klaster PPN mengatur mengenai perluasan basis PPN dengan pengurangan atas pengecualian dan fasilitas PPN agar lebih mencerminkan keadilan dan tepat sasaran. Kebijakan ini dilaksanakan dengan tiga cara.
Pertama, seluruh barang dan jasa dikenai PPN, kecuali sudah menjadi objek Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) seperti restoran, hotel, parkir, dan hiburan.
Baca Juga: Dorong RUU HKPD, Sri Mulyani ungkap ada 127 kepala daerah terjerat kasus korupsi
Kemudian, PPN dikecualikan terhadap uang, emas batangan untuk cadangan devisa negara, dan surat berharga. Lalu, jasa pemerintahan umum yang tidak dapat disediakan pihak lain. Terakhir, jasa penceramah keagamaan.
Kedua, fasilitas tidak dipungut PPN atas Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu yang bertujuan untuk mendorong ekspor di dalam dan di luar kawasan tertentu, serta hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA).
Fasilitas PPN juga dibebaskan atas BKP/JKP strategis diubah menjadi fasilitas PPN tidak dipungut. Fasilitas tersebut juga diberikan terhadap kelaziman dan perjanjian internasional.
Ketiga, Menkeu menegaskan terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan dikenakan PPN dengan tarif PPN yang lebih rendah dari tarif normal. Atau dapat tidak dipungut PPN serta bagi masyarakat yang tidak mampu dapat dikompensasi dengan pemberian subsidi.
“Dengan demikian azaz keadilan semakin diwujudkan karena bisa saja bicara hal yang sama yaitu makanan pokok, pendidikan, dan kesehatan karena range dari konsumsi ini bisa dari yang sangat basic sampai yang paling sophisticated menyangkut pendapatan atau tingkat pendapatan yang sangat tinggi,” kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (13/9).
Baca Juga: DPR minta pemerintah siapkan roadmap pembiayaan utang mulai tahun depan
Di sisi lain, Sri Mulyani menjelaskan dalam beleid yang mengusung metode omnibus law tersebut, terdapat kebijakan pengenaan multi tarif PPN. Tujuannya agar mencerminkan keadilan bagi Wajib Pajak (WP) di mana tarif umum dinaikkan dari 10% menjadi 12% dan diperkenalkan range tarif dari 5% sampai dengan 25%.
Ia menambahkan, pemerintah juga mengajukan rencana untuk mengatur kemudahan dan kesederhanaan PPN yaitu penerapan PPN final sebagai penyederhanaan pengenaan PPN untuk BKP/JKP tertentu, dengan tarif tertentu yang dihitung dari pendapatan usaha dengan besaran lebih rendah dari 5%.
Selanjutnya: Sri Mulyani jelaskan pentingnya INSW bagi perdagangan internasional
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News